Oh Helena, dewi berparas agung yang terbujur kaku dalam pusara keabadian;
yang bayangan kecantikannya telah meluncurkan seribu kapal,
betapa kecantikanmu telah membawa ketakjuban dan kehancuran,
Dari senyum indahmu beribu prajurit gagah bersimbah darah,
gugur memerahkan laut Aegea,
Kutukan apa yang menyertai Ratu Sparta, hingga membawa banyak kematian?
Demi kehormatan?, penghianatan ataukah semata-mata sebuah kebesaran Cinta ?
Kisah ini berawal saat Ilus memenangkan berbagai
pertandingan yang diadakan oleh Raja Frigia, dihadiahinya ia seratus
orang budak dan seekor sapi bertotol.
Kemudian sang Raja bertitah kepadanya, "Ikutilah
binatang ini, sebab ia suci dan akan menuntunmu kesuatu tempat, dan
disana engkau harus membangun kotamu sendiri ! "
Setelah berjalan kesana-kemari sampailah mereka di
bukit Ate, sang sapi terlihat kelelahan dan jatuh tersungkur kebumi,
dan itu menunjukkan bahwa disanalah kota baru itu harus dibangun.
Tak lama kemudian Ilus membangun Istana bernama
Troya yang dipersembahkan bagi baginda Tros ayahandanya. Kemegahan kuil
Athena dan Paladium menjadi pelindung kebesarannya....
Namun takdir berkata lain, dibalik
kedigdayaannya....bayangan gelap selalu menghantui perjalanan sejarah
orang-orang Troya. Konon suatu saat nanti kelak tongkat kejayaan Troya
akan berakhir , saat anak keturunannya Raja Priamus pemimpin besar
Troya yang Agung , melahirkan anak bernama Paris yang konon kabarnya
akan membawa suatu bala bencana....
Berselang waktu yang agak lama ramalanpun terpenuhi,
sesaat sang bayi lahir; Hekabe istri Priamus bermimpi perihal
kehancuran Kota Troya, demi kebaikan dan kejayaan bangsa Troya,
penasihat istana mengusulkan agar sang jabang bayi dikurbankan .
Dititipkanlah si bayi pada Agelaus si pengembala agar dibunuh....
Namun apalah daya, sepatuh-patuhnya abdi pada sang raja ,
sekuat-kuatnya niat untuk menghabisi nyawa, menjadi
pupus luluh tak berdaya manakala melihat bening kepolosan mata dari
si jabang bayi,
Maka niat jahat itupun di urungkan....
Diletakkannya sang jabang bayi di lereng gunung Ida, berharap takdir menentukan langkah hidup selanjutnya....
Sepulangnya dari bukit , Agelaus sang pengembala,
menjadi tak tenang hati, "Oh, betapa kejamnya aku ini, sebuas apapun
singa takkan mungkin membiarkan bayi kecilnya mati merana, Kutukan apa
yang aku jalani, sehingga mata bathinku tertutup karenanya. Akankah
darah dan rengek tangis bayi itu kelak menghantui setiap
malam-malamku?!...Oh, bayi yang manis kau terusir laksana Dewi Ate,
betapa malangnya nasibmu kini !. Maafkanlah atas tindakanku ini, kalau
bukan karena perintahnya tak sudi aku menurutinya" , begitulah ucapan
getir hati Agelaus...
Karena selalu diliputi oleh rasa bersalah, sesaat
kemudian sang pengembala memutuskan untuk kembali kehutan, alangkah
terkejutnya ia manakala melihat sang bayi sedang disusui seekor
beruang....
Takjub melihat pemandangan yang ajaib tersebut,
Agelaus menitikkan airmata tanda haru, selangkah kemudian ia merengkuh
bayi yang masih merah itu, mendekapnya dalam pelukan hangat lalu
bergumam, "Dewa-dewa menghendaki anak ini hidup!".
Iapun membawa sang anak kegubuknya dan membesarkannya bersama anak laki-lakinya yang baru beberapi hari sebelumnya dilahirkan.
Paris tumbuh nyaris sempurna, badannya kekar,
otaknyapun cerdas dan tingkah lakunya yang anggun menandakan bahwa ia
keturunan darah bangsawan.
Ketika muda ia sering mengembalakan ternaknya
dibukit-bukit gunung Ida,tanpa ia sadari karena ketampanannya pula ia
sering disukai lawan jenisnya.
Hati Paris muda tak begeming, ia lebih memikirkan
keadaan ternak-ternaknya dipadang. Pernah suatu saat pegawai
pemerintahan mengambil ternaknya secara paksa, salah satu ternaknya
akan diperebutkan sebagai hadiah dalam pertandingan yang akan
dilansungkan diistana, acara tahunan itupun diadakan guna mengenang
pengorbanan besar "Putra Troya" , yang tentu saja yang dimaksud tak
lain adalah Paris.
Penduduk kota Troya tidak tahu bahwa ia masih hidup
dan diasuh oleh seorang pengembala. Bangsa Troya saat itu meyakini
bahwa sang pewaris tahta telah mati ketika masih dalam masa persusuan,
akibat suatu penyakit tertentu.
Guna membela hak-haknya yang telah dirampas secara
paksa, maka Paris mendaftarkan diri untuk ikut dalam pertandingan yang
akan dilangsungkan ditahun depan. Niatnya hanya satu; merebut kembali
ternaknya yang telah menjadi tumpuan hidup keluarganya yang miskin.
Pada sebuah perkampungan terpencil,terlihat seorang
pemuda sedang giat berlatih memainkan pedang dan tombak. Dia adalah
Paris, dadanya bidang, Otot-otot tangannya tampak menonjol. Setelah
berlatih siang-malam tanpa kenal lelah, genap setahun ia telah banyak
menguasai berbagai teknik peperangan.
Kini tibalah saatnya waktu yang yang dinantikan
datang , dengan restu kedua orang tua berangkatlah ia ke Troya.
Berangkatlah ia dengan gagah berani bersama ratusan ksatria Troya
lainnya menuju alun-alun istana.
Dalam pertandingan itu, berbalut darah dan luka
Paris berjuang pantang menyerah, dalam setiap ayunan pedang , ia
membayangkan wajah penuh harap dan cemas dari orang-orang terkasih yang
sedang menantinya dirumah . Semangat itulah yang membakarnya hingga ia
memenangkan setiap pertandingan yang dilaluinya.
Paris memenangkan pertandingan tersebut dan ternak
yang semula miliknya kini diserahkannya kembali dengan suka cita pada
sang ayah tercinta. Karena keberanian dan pengorbanannya itulah
masyarakat mejulukinya sebagai "Alexander" yang berarti "Pembela yang
gagah berani".
Untuk merayakan sang pemenang pestapun digelar seharian penuh, beberapa kerabat dekat istana tampak hadir memenuhi acara.
"Siapakah pemuda hebat ini? " bisik Raja Priamus
pada penasehatnya."Dia hanyalah anak pengembala biasa Baginda !".
"Panggilkan dia kesini segera, dari tanda lahirnya sepertinya aku
pernah mengenal anak muda tersebut!"
Dipanggilah Paris menghadap sang raja, sambil
membungkukkan badan sebagai tanda homat dan takzim ia berkata; "Ada
apa gerangan sehingga baginda memanggil hamba menghadap?","Bukankah aku
terlalu hina sehingga tak pantas untuk dilihat, apalagi untuk melihat
kebesaran wajah Baginda Priamus Yang Agung!"
Sambil merantangkan tangannya Sang Raja menjemput
dan menyapa bahu Priamus, "Wahai Ksatria muda yang indahnya membuat
bintang tampak malu berkilau, siapa dan dari manakah engkau berasal ?".
"Hamba putera Agelaus sang pengembala, kami tinggal
dibukit Ida, ayahku sempat mengabdi pada Baginda sebagai pengurus istal
dikerajaan ini!"
"Pangil ayahmu kemari dan aku ingin berbicara empat
mata dengannya!" ujar Raja Priamus cemas. Perasaannya berkata bahwa
pemuda ini mirip dengan mendiang putranya yang dihilangkannya dulu
sewaktu kecil. Namun perasaannya itu dengan mudah ia tutup dengan
kewibawaannya.
Tak berselang lama kemudian, tibalah Agelaus dengan
beberapa pengawal istana menuju pendopo istana.Tampak diwajah Agelaus
sebuah mimik ketegangan yang teramat, hati kecilnya tak sanggup
menyembunyikan siapa sebetulnya Paris dihadapan Raja Priamus Yang
Agung.
Disebuah ruangan yang terpisah Raja Priamus
berdialog serius dengan Agelaus, terbukalah apa-apa yang selama ini
ditutup-tutupinya.
Seusai pesta, gemparlah seluruh kerabat dekat
istana. "Priamus yang malang masih hidup!"..."Bahkan ia mewariskan
ketampanan dan kecakapan Ayahandanya!" ujar salah satu abdi dalam
istana -berseru histeris kepada yang lainnya.
Beberapa saat istana berada dalam suatu keheningan
panjang , hal tersebut menandakan prahara yang begitu besar sedang
mengelayuti langit-langitnya. Kecemasan tersbut malah telah menciptakan
polemik dalam kerajaan "Apakah yang akan dilakukan Raja?, akankah ia
kembali akan membunuh putranya atau menerimanya dengan penuh
kebanggaan?".."Hukuman apa yang kelak akan dijatuhkan kepada si tua
bangka Agelaus sang pengkhianat?"
Sebuas-buasnya dan setajam-tajamnya taring buaya,
maka naluri menuntunnya pada kelembutan agar bayi mungil yang dibawanya
tak terluka"
Begitulah yang terjadi pada ayah dan anak yang telah
lama tak berjumpa ini. Walau pernah terbesit niat jahat untuk
menghabisi nyawa sang anak tercinta, hati sang raja menjadi luluh
takkala melihat keindahan dan kecakapan yang menyerupai sosok dirinya ,
yang telah lama terpisah kini hadir dihadapannya.
Sambil merentangkan tangannya, ditengah-tengah rapat
kerajaan Raja Priamus bertitah, "Oh Paris, engkau adalah cahaya
mataku.Kilau kebesaranmu adalah bara api yang menyemangati hidupku.
Biarkanlah aku yang telah tua ini binasa, tapi tidak tunas mudaku
Paris...Biarlah kuncup hatinya tumbuh bekembang dalam hatiku yang
terselubung debu kelam niatku, dan biarlah embun airmata sesalku
membasuh debu hitam yang melekat pada wajahku sendiri."...
" Sebatang arang nan hitam tak mungkin lagi berubah
menjadi kayu, Kekhilafan dan kebodohan adalah bingkai kelamku dimasa
lalu. Walaupun beribu ucapan maaf takkan cukup untuk merubah
segalanya, kuyakin dengan tangis ketulusan, pintu hatinya akan terbuka
untukku. "
"Aku adalah ayah sekaligus musuhnya dimasa lalu,
namun kini sekiranya seluruh penduduk bumi mengutuk dan menghendakinya
binasa, maka aku kan membelanya. Biarlah mereka-mereka meludahi
jubahku, tapi tidak pada jubah kehormatannya!".
"Biarlah mereka-mereka merebut mahkota dariku, tapi
tidak dengan nyawa buah hatiku, kehidupannya adalah kehidupanku ,
begitu juga dengan kematiannya adalah kematianku!"..."Biarlah takdir
berjalan menurut cinta, bukan takut akan kutukan -juga pada kematian
!"
Hartono Beny Hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar