Bab 7
Sebuah tatapan mata teduh nan tulus adalah pancaran hati menembus dinding-dinding keberadaan, pancaran mata ini mampu mengungkapkan kata pujian yang tak mampu diucapkan oleh lidah. Sama halnya dengan Satria, takkala bibirnya sementara berhenti bersenandung , maka pancaran teduh kilau matanya seakan berbicara dengan cahaya mata lainnya, seolah menjadi muara ilham yang tak pernah mengering.
Betapa malangnya nasib pecinta ini, betapa ia ingin
selalu membahagiakan kekasihnya. Memelihara kekasihnya dengan basuhan
embun cinta nan tulus. Namun apalah daya taman indah dimana sekuntum
mawar yang ia cintai tumbuh mekar berseri; telah dipagari dinding kokoh
dan dikelilingi oleh duri-duri nan tajam. Sehingga ia tak selamanya
dapat merawat bunga cintanya, apalagi slalu berada disisinya. Dan bukan
kehendaknya pula pabila bunga cinta itu menjadi layu.
Masih teringat ketika Satria dan Tiara masih
bersama, mereka bagaikan sepasang kekasih yang menyelam dalam samudera
ketulusan cinta yang satu, mengayuh dan menarikan suasana hati serta
menyanyikan kidung cinta dalam tarikan dan hembusan yang sama.
Bagaikan sehelai kelambu perlintasan rentang jarak
dan waktu mendekap ketersendirian Tiara, hari demi hari yang terlintas
bagai sebuah simphoni kepedihan yang menghiasi hari-harinya yang kelam.
Begitu juga dengan derap langkah dan hembusan angin yang terpijak dan
terhirup oleh sang puteri raja, telah membawa banyak berita tentang
kehidupan seorang penyair yang hidup seorang diri dibelantara
kesunyian, berbicara dan berteman pada tumbuhan dan hewan. Seseorang
yang dalam ketersendiriannya, selalu menyebut nama kekasihnya Tiara.
Perumpamaan perasaan -tentang hasrat kasih, yang
hendak dituamgkan kedalam mangkuk hati sang tercinta, ibarat gunung api
yang panas yang mengalirkan lava hingga dapat melumerkan segala yang
dilewatinya, begitu berkobar dan menggelegak.. Begitu ajaibnya cinta,
seolah tak ada sekat pembatas yang mampu menahan laju ketulusan dan
juga kehendak sucinya.
Dalam sangkar emasnya Tiara selalu mengenang Satria,
kalbunya selalu diliputi kecemasan perihal keberadaan kekasihnya.
Bagaikan tungku api, hasrat hatinya selalu menyala untuk berjumpa
kekasih pujaan. Kepergian Satria yang tanpa kabar membuat Sang Putri
menjadi gelisah , perahu jiwanya menjadi kandas diombang-ambingkan
ombak kepedihannya yang menyayat.
Di ruang istananya Tiara terlihat gelisah, kecemasan
meliputi hari-harinya yang kelabu. Telah lama ia tidak melihat
keberadaan Satria ataupun kabar perihal dirinya. Dalam kerinduan
tersebut ia menyadungkan suasana hati, Kepergian Satria secara
tiba-tiba membuat Tiara gelisah. Putri nan cantik itu begitu
mencemaskan nasib sahabatnya.
Berbagai kesedihan yang datang silih berganti,
membuat gadis itu tampak lemah, wajahnya tak lagi bersinar, seperti
sudah kehilangan semangat hidup.
Sejak Satria pergi, ia tak bisa tidur, tak lagi ia
memiliki nafsu makan. Hanya Satria seorang yang ia pikirkan, lalu
kenapa bunga-bunga cinta mesti layu disaat akar-akar itu telah tumbuh
subur ditaman jwa? Apakah ada kata-katanya yang telah menjadi duri
hingga menyakiti hati Satria?
Dalam keputusasaanya itu Tiara menulis untaian
bait-bait syair disebuah lembaran kertas sebagai bentuk kerinduannya
terhadap sang terkasih :
Dimanakah engkau kini?….apakah engkau tlah mendapat
setangkai mawar pengganti diriku?. Apakah dengan mencampakkanku, engkau
telah mendapatkan segala kebahagiaan serta kebebasan hasrat hatimu
?.Bila itu kehendakmu, betapa kecewanya aku. Sebab kau telah mengganti
jubah keluh kesahku dengan keharuman jubah lain disisimu. Apakah kau
kira dengan mendekap keindahan jubah itu, keindahanku dapat terganti
olehnya?.Apakah kebersamaanmu dengannya kelak tercatat dalam
kitab-kitab sejarah cinta?.
Seandainya saja keadaanku ini merupakan hati yang
terpanggang tungku api sesaat dan juga sebuah kecumburuan yang salah,
Lantas dimanakah letak kebenarannya?, dimana kuharus temukan segala
jawab?. Berilah aku kepul asap kehidupan; sebagai tanda bahwa dugaanku
salah, dan kau masih kekasihku yang setia !.
Wahai kekasih hati, tak sedikitpun ku berharap tuk
memutuskan tali penyatuan kita. Engkaulah satu-satunya jiwa yang tlah
terpatri didinding jiwa dan tak ada lagi jiwa yang dapat kupahat selain
keberadaan dirimu.
Tahukah kau kekasih…Disaat cinta merentangkan
sayap-sayapnya, mengepak dan untuk pertama kalinya membawaku terbang
tinggi dalam genggaman cintanya yang tulus. Cintalah yang membawa
kehangatan dalam kalbu, dimana jiwaku berselimutkan kasih dalam dekapan
tulusnya.
Dalam sangkar sunyi abadinya itu, setiap merpati
akan kedatangan seekor merpati yang datang dengan tiba-tiba, dimusim
semi kehidupannya. Mengubah sayapnya yang patah dengan untaian indah
mutiara sayap merak..
Takkala kutatatap cakrawala,kulihat sepasang merpati melintas tinggi, bermain dan meliukkkan tubuhnya dalam gumpalan awan.
Terlihat salah satu dari merpati itu bertengger
ditepi dahan, menatap cerahnya langit dengan mata berbinar tanpa
berkicau sedikitpun. Seolah cahaya matanya sedang menatap malaikat
yang memainkan seruling surga dan menghembuskannya kedalam telinga
hatinya, sehingga sang merpati tak perlu menambahkan sebuah keindahan
yang memang sudah indah. Dengan siapapun aku berbicara….tak sedikitpun
aku mempedulikan ucapan miring mereka; selain bisikan udara yang
mengalunkan untaian indah syair-syairmu
Namun sayang !….sayapnya kini telah terluka dan
terpotong. Seandainya sepasang sayap cinta itu masih berada
dipunggungku, mungkin saat ini aku kan berada disampingnya,
melantunkan syair kerinduan, mengepakkan sayap kasihnya tuk menyusuri
awan keberadaannya. Bagaimanakah caranya kulepaskan sayap derita ini?,
akankah ia dapat terbang bebas dari sangkar emasnya yang memenjarakan?,
Lihatlah aku sekarang….Bagaimana langit jiwaku dapat
cerah kembali jikalau pasangan jiwaku kini menghilang laksana embun
terpanggang surya..
Hatiku sesak kekasih!, kini tubuhku terhuyung bak
mamanggul beban berat dipundaknya, tampak letih ia; menyusuri tebing
harapan yang curam berkerikil, dan ketika kutiba diatas bukitnya tak
kujumpai dirimu disana selain kabut kesia-siaan..
Kemana pandanganku mengarah tak sedikitpun ada
sebuah bayang yang hadir selain dari bayang keberadaanmu disisi,
sekalipun dengannya; kuharus berhadapan muka dengan tangan-tangan yang
menunjuk dan menudingku dengan pandangan hina.….
Duhai betapa malam terasa panjang tanpa dirimu,
betapa jiwa kian hampa dari hari ke hari.Laksana kain yang terkoyak
,dapatkah benang kesetiaan merenda kembali tali kasih kami yang telah
lama tersulam?.
Kini langit tertutup mendung, kami tak dapat lagi melayang bebas, banyak kilat dan badai menahan laju sayap cinta kami.
Wahai penguasa langit, kini cerahkanlah kembali
awan yang mendung itu, sapulah kepedihan hati kami dengan warna
pelangi. Apabila mendung ini masih berlangsung lama, satukanlah tubuh
dan jiwa kami tuk menghadapi bersama,
Jangan biarkan ketakutan-ketakutan malam dan pekik
halilintar melepas genggaman kami dari penyatuan. Teguhkanlah hati kami
dari kebimbangan, Bawa, tuntun dan angkatlah jiwa kami dari kegelapan
, selimutilah kegelisahan kami dengan pancaran karuniaMu,
Anugerahkan dan perlihatkanlah pada kami kebesaran cintaMu, yang membawa kami untuk selalu mengingatMu.
Setelah menuliskan segala gundah hatinya Tiara
tertidur diatas disebuah meja, tangannya yang halus dan putih terlihat
kotor oleh percikan tinta.
Melihat putrinya tertidur ditempat yang salah, maka
Ratu Nirmala mengangkat tubuh Tiara dan membaringkannya diatas
peraduan. Sambil mengusap rambut Tiara dan mengecup keningnya Sang Ratu
berujar :
“Tiara anakku, dikaulah wahai Tiara permata hati
yang paling kukasihi !, dan kini telah beranjak menjadi gadis yang
cantik dan dewasa, suatu hari nanti dirimu akan mejadi pemimpin
dinegeri ini.” …
”Sampai kapan engkau akan seperti ini Tiara?!…sakit
yang diderita olehmu telah membuat kami putus harapan,”…sambil
mengusap-usap keningnya ia melanjutkan, ”duhai belenggu derita dan
kemalangan apakah yang menderamu Tiara ?!” ….
”Ketahuilah anakku, pemuda yang engkau cintai itu tidaklah sepadan dengan kita dalam hal kedudukan dan martabat”.
“Lihatlah pangeran-pangeran dari kerajaan lainnya,
mereka gagah-gagah, berprilaku menarik dan juga tampan. Banyak Pangeran
yang menaruh hati padamu, namun mengapa engkau kunci hatimu dalam
jalinan cinta yang buta, sebuah jalinan yang mendekatkan keluarga kita
pada bara api ?!”…
”Bukalah hatimu, dengan cinta lainnya…bukalah matamu
bagi keindahan kilau permata lainnya!”. “Kini malam telah larut;
semoga Sang Pengasih menjagamu dari mimpi yang menyedihkan, serta
memberikan kecerahan pagi yang akan mengangkatmu dari segala beban
derita ini!”…”Selamat tidur anakku!”
Sambil merentangkan kelambu, Sang Ratu mencium
kening Tiara, kemudian meninggalkan Tiara yang malam itu tampak cantik
dan anggun dengan gaun tidurnya.
****
Dalam perjalanan waktu ternyata suratan takdir nan
indah belum berpihak kepada keduanya, kuas-kuas cinta yang masih baru
tentu tidak selentur kuas lama. Sapuan kuas warna-warni kebahagiaan
ternyata tak semudah begitu saja untuk dibentuk dan diukirkan pada
sebuah kanvas kehidupan, kadar cinta mereka masih diuji oleh Si Pemilik
Cinta.
Sebuah kanvas yang putih, bila terlalu lama
dibiarkan terbuka dan terkena sinar kelak akan menjadi kusam warnanya.
Begitulah perumpamaan sebuah harga diri dan kehormatan yang apabila tak
hati-hati menjaganya kelak akan mencorengkan arang dikening.
Cinta buta dua insan ini ternyata telah telah
mencoreng kehormatan dan nama besar Bangsawan Ansaria, ketulusan cinta
mereka tak sebanding dengan susahnya membangun serta menjaga martabat
dan nama baik keluarga. Lebih baik memutuskan tali cinta merreka
daripada menyuburkan pepohonan dengan dedaunan aib dan rasa malu.
Itulah mungkin yang dipikirkan oleh beberapa kerabat kerajaan.
Dalam sebuah rumah kegilaan cinta, kedua pecinta
berusaha melukis langitnya dengan warna-warni ungkapan hati. Suasana
indah seperti itu menyebabkan kedua pecinta hanya memikirkan dirinya
saja. Seolah dunia hanya memiliki dua warna dan hanya mereka berdua
yang dapat menghiasi lukisan yang lain hanya sebagai pelengkap. Mereka
tak sadar bahwa kisah kasih mereka, telah menjadi bahan gunjingan orang
banyak.
Bagaimana tak tak terhina martabat seorang pewaris
kerajaan bila selalu disebut-sebut namanya oleh orang yang telah lupa
ingatan. Karena permasalahan itu, beberapa kerabat anggota dewan istana
mengadakan pertemuan khusus dan berinisiatif untuk mengamankan pemuda
itu, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Kita harus menemukan pemuda gila itu saat ini juga,
untuk apa menunggu kehadirannya hingga jerami kesabaran kita menjadi
hangus terbakar oleh ulah gilanya. Lebih baik menjemputnya segera
mungkin dimanapun ia berada, walupun dengannya kita terpaksa mengotori
pedang kemuliaan kita dengan darahnya.”
“Lebih baik kita menaburi beragam warna dan wangi
bunga dipusaranya, daripada harus mencium hari-hari kita dengan hawa
busuknya!”.ujar kepala dewan sengit.
“Tidak, wahai paman. Aku sama sekali menolak segala
macam bentuk kekerasan !” timpal Raja Nalendra lantang. “Aku bisa
memahami perasaan anak muda itu, karena kebeliaan-nyalah ia bersikap
naïf…..rasanya hormatnya pada putriku, telah membuatku segan
terhadapnya. Aku bisa merasakan hasrat dan jiwa yang bergelora dalam
darah pemuda itu, dan aku memakluminya. Bukankah tentunya kita semua
pernah menjadi anak muda ?!”…
”Biarkanlah ia bersyair tentang ihwal kecantikan
putriku, biarkanlah ungkapan perasaan hatinya menari-nari dalam ruang
khayalnya, biarlah ia lepaskan keharuman syairnya hingga tersiar
kepelosok negeri, karena akupun menyakini dan percaya, bahwasanya Cinta
dapat mendamaikan serta melunakkan jiwa yang keras hingga membawa
ketentraman kedalam hati”.
Selang berapa lama setelah Baginda Raja mengeluarkan
pernyataan, salah satu kerabat istana Adipati Arya beranjak dari
tempat duduknya kemudian berkata dengan penuh keprihatinan,
“Wahai Yang Mulia Baginda Nalendra, tidakkah Putri
Tiara melihat Pangeran-pangeran dari kerabat keluarga terdekat kita?,
kalau kita lihat lebih seksama mereka tak kalah gagah dan cerdas,
bahkan tak sebanding dengan pemuda gila itu bila dipandang dari sisi
kemuliaan, apa jadinya bila negeri tetangga kita menyaksikan dan
mendengar calon pewaris kerajaan, menjalin tali kasih dengan pemuda
yang bermartabat rendah serta tak jelas nasab keturunannya.”
Sambil menundukkan wajah penuh keprihatinan, Adipati
Arya melanjutkan pendapatnya, “Bila lambat laun bunga kian merekah
serta menebarkan pesona harumnya, hendaknya ia memiliki kepribadian
yang indah pula. Karena hanya dengan indah kepribadiannya itulah; ia
dapat memagari dirinya dari permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh
kecantikannya”….” Dan tentunya kita tak ingin menjadi bahan tertawaan
serta gunjingan mereka serta menentang tradisi yang telah dipegang
teguh oleh para leluhur kita bukan ?!” ujar adipati arya sambil
merentangkan tangan dan menggeleng penuh tanya.
Raja menyimak pendapat gubernur Arya dengan hikmat, dengan kelembuatan hati serta kebijaksanaan seorang raja ia lalu berkata,
“Hati yang tercerahkan oleh cahaya Cinta, lebih berharga daripada semua kilau permata di dunia.
Tak ada penyembuh yang lebih baik daripada kehadiran
orang yang dikasihi bila seorang pecinta sakit . Dan Tak seorang pun
dapat mempercayai suatu perlindungan, betapa pun besarnya, kecuali
perlindungan yang diberikan oleh Cinta.
"Dan aku rasa obat bagi sakitnya Tiara adalah Satria
itu sendiri, begitu juga sebaliknya".ujar Baginda raja sambil
tersenyum simpul.
"Ketahuilah wahai abdiku semua ‘kekuatan ajaib” -ada dan tercipta karena dorongan Cinta.
Betapa seorang induk ayam akan bertarung mati-matian dengan rubah demi mempertahankan kelangsungan hidup anaknya.
Betapa ruang waktupun takluk dalam genggaman cinta,
pernahkah kau rasakan ketika kekasih berada disisi?. Satu hari berpisah
dalam Cinta sama dengan seribu tahun, dan seribu tahun bersama Kekasih
terasa hanya sehari. Perjalanan ribuan kaki terasa hanya beberapa
kaki, dan beberapa kaki terasa ribuan kaki tanpa kehadirannya..
Dalam kesadaran Cinta. bentuk Cinta yang paling
hakiki adalah Cinta kepada-Nya sebagai bentuk total penyerahan diri
terhadap Sang Penggenggam Hidup, sedang cinta pada insan dan alam
semesta menciptakan keadaan surgawi- apabila berlandaskan Cinta ;
menjadi kabut duniawi bila menjelma hasrat nafsu".
"Aku tak pernah tahu seberapa kerasnya hati ini,
apakah sekeras baja?….bila ya,maka aku akan mengharap api cinta
melelehkannya hingga ku dapat membentuk dan menjadikannya kembali
dingin. Bila hatiku selembut lilin yang mudah meleleh ketika tersentuh
api maka kuyakin dengan sumbu yang ideal,maka kudapat mempertahankan
nyalanya hingga habis terbakar……Ataukah hatiku seperti kertas? Menyala
dengan cepat lalu menjadi asap sekejap".
"Dalam keheningan ini, kuingin kau tahu bahwa
Cinta-Nya pada kita laksana bara api yang saling terkait , yang
terangnya adalah cahaya atas cahaya. Bila api cinta ini menyala, maka
Sang Terkasih akan menerangi jalan dan kegelapanpun lenyap.
Mungkinkah kita dapat mempertahankan api cinta kita, untuk tetap menyatu dalam cahaya keterpisahan-Nya?"….
Mungkinkah kita dapat mempertahankan api cinta kita, untuk tetap menyatu dalam cahaya keterpisahan-Nya?"….
Kala jiwa terbangun dalam keterjagaan malam,
Pernahkah jiwa bertanya : “Mengapa tiba-tiba hati ini selembut
kapas?!”,….”Sihir macam apakah yang melemahkan kemudaan dari bahu dan
mematahkannya hingga hancur berkeping-keping?!”…
Tolaklah kenyataan ini, maka retaklah cermin itu,
bukankah merupakan kesia-siaan belaka, seumpama wajah rupawan berkaca
pada cermin yang retak ?. Dan Bagiku jiwa yg resah…. dapatkah jiwa
memandang diri sebelum memandang orang lain?!…..dan dapatkah kau
bangkit dari kematianmu sebelum kau menuju pada kematian yang
sesungguhnya?!”…...
Konon rahasia setiap pencapaian dalam setiap agama
dan mistisme adalah Cinta. Konon tanpa Cinta sang pencari akan
menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam jalur ini, dan akan selalu
gagal untuk memusatkan pikiran mereka pada satu kesadaran.
Laksana “mata ketiga”, pesan telepati yg disampaikan
kepada kekasih menghadirkan bunga-bunga Imajinasi, pikiran, mimpi dan
visi seorang pecinta, semuanya mengungkapkan segala sesuatu tentang Dia
yang dicintainya.
Tetapi cinta memaksa pecinta, menahan visi tentang
kekasihnya di depan pandangan-Nya yang tertutup oleh pandangannya.
Cintanya sendiri adalah Cermin pemantul bagi bayang yg bercerita
tentang diri, ,orang lain serta lingkungan yang dikasihinya.
Dan aku menyadari tiada daya yang lebih besar daripada Cinta. Semua kekuatan muncul ketika cinta bangkit di dalam hati.
Andai mereka tahu bahwa rahasia semua itu berada di dalam Cinta!
Andai mereka tahu bahwa rahasia semua itu berada di dalam Cinta!
“Saudara-saudara biarlah waktu yang berbicara,
biarkan putriku mencari jawaban akan cintanya sendiri sesuai keyakinan
yang ia percaya, lagipula terlalu dini untuk merisaukan segala
prilakunya. Bukankah putriku belum matang seluruhnya, ibarat bunga ia
belumlah merekah seluruhnya!”.
Sekali lagi dengan hormat kutekankan, bahwa aku tak
mengharapkan adanya kekerasan disekitar kehidupan rumahtanggaku,
marilah kita bersikap bijak dan janganlah kita mengotori cermin
kebebasan kita, melainkan singkaplah tabir ini yang menutupi pantulan
Cahaya indahnya , lalu raihlah jemari kebebasan itu dalam naungan
tuntunan cahaya kasihnya.”…..sambil menghela nafas yang dalam Baginda
Raja berkata,
”Dan jangan pula menempatkan dosa-dosa kita
disudut-sudut gelap kehampaan diri, berkaca dan ambilah
pelajaran.darinya kemudian nilailah keburukan itu sebelum kita menilai
keburukan orang lain.
Sambil mendekat kebeberapa kerabat dan mendekap erat bahunya, beliau berujar kepada salah seorang diantara,….
“Ketahuilah wahai abdiku; hanya dengan tuntunan hati
nuranilah maka kita akan hidup dalam kedamaian. Hati nurani adalah ruh
dimana kehendak Tuhan bekerja dalam diri manusia, hanya dengan hati
yang bersih saja kita dapat menyatu dalam perbuatan-Nya yang suci serta
penuh kebaikan.”
Sambil merentangkan tangannya,ia melanjutkan “Lebih
baik kita utamakan dahulu masalah pemberontakan yang terjadi dipropinsi
kita !”
***
Roman Satria Tiara
Karya : Hartono Beny Hidayat
Karya : Hartono Beny Hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar