Jumat, 16 November 2012

Bab 7. Roman Satria-Tiara

Bab 7

Sebuah tatapan mata teduh nan tulus adalah pancaran hati menembus dinding-dinding keberadaan, pancaran mata ini mampu mengungkapkan kata pujian yang tak mampu diucapkan oleh lidah. Sama halnya dengan Satria, takkala bibirnya sementara berhenti bersenandung , maka pancaran teduh kilau matanya seakan berbicara dengan cahaya mata lainnya, seolah menjadi muara ilham yang tak pernah mengering.

Betapa malangnya nasib pecinta ini, betapa ia ingin selalu membahagiakan kekasihnya. Memelihara kekasihnya dengan basuhan embun cinta nan tulus. Namun apalah daya taman indah dimana sekuntum mawar yang ia cintai tumbuh mekar berseri; telah dipagari dinding kokoh dan dikelilingi oleh duri-duri nan tajam. Sehingga ia tak selamanya dapat merawat bunga cintanya, apalagi slalu berada disisinya. Dan bukan kehendaknya pula pabila bunga cinta itu menjadi layu.

Masih teringat ketika Satria dan Tiara masih bersama, mereka bagaikan sepasang kekasih yang menyelam dalam samudera ketulusan cinta yang satu, mengayuh dan  menarikan suasana hati serta menyanyikan kidung cinta dalam tarikan dan hembusan yang sama.
Bagaikan sehelai kelambu perlintasan rentang jarak dan waktu mendekap ketersendirian Tiara, hari demi hari yang terlintas bagai sebuah simphoni kepedihan yang menghiasi hari-harinya yang kelam. Begitu juga dengan derap langkah dan hembusan angin yang terpijak dan terhirup oleh sang puteri raja,  telah membawa banyak berita tentang kehidupan seorang penyair yang hidup seorang diri dibelantara kesunyian, berbicara dan berteman pada tumbuhan dan hewan. Seseorang yang dalam ketersendiriannya, selalu menyebut nama kekasihnya Tiara.
Perumpamaan perasaan -tentang hasrat kasih, yang hendak dituamgkan kedalam mangkuk hati sang tercinta, ibarat gunung api yang panas yang mengalirkan lava hingga dapat melumerkan segala yang dilewatinya,  begitu berkobar dan menggelegak.. Begitu ajaibnya cinta, seolah tak ada sekat pembatas yang mampu menahan laju ketulusan dan juga kehendak sucinya.
Dalam sangkar emasnya Tiara selalu mengenang Satria, kalbunya selalu diliputi kecemasan perihal keberadaan kekasihnya. Bagaikan tungku api, hasrat hatinya selalu menyala untuk berjumpa kekasih pujaan. Kepergian Satria yang tanpa kabar membuat Sang Putri menjadi gelisah , perahu jiwanya menjadi kandas diombang-ambingkan ombak kepedihannya yang menyayat.
Di ruang istananya Tiara terlihat gelisah, kecemasan meliputi hari-harinya yang kelabu. Telah lama ia tidak melihat keberadaan Satria ataupun kabar perihal dirinya. Dalam kerinduan tersebut ia menyadungkan suasana hati, Kepergian Satria secara tiba-tiba membuat Tiara gelisah. Putri nan cantik itu begitu mencemaskan nasib sahabatnya.
Berbagai kesedihan yang datang silih berganti, membuat gadis itu tampak lemah, wajahnya tak lagi bersinar, seperti sudah kehilangan semangat hidup.
Sejak Satria pergi, ia tak bisa tidur, tak lagi ia memiliki nafsu makan. Hanya Satria seorang yang ia pikirkan, lalu kenapa bunga-bunga cinta mesti layu disaat akar-akar itu telah tumbuh subur ditaman jwa? Apakah ada kata-katanya yang telah menjadi duri hingga menyakiti hati Satria?
Dalam keputusasaanya itu Tiara menulis untaian  bait-bait syair disebuah lembaran kertas sebagai bentuk kerinduannya terhadap sang terkasih :
Dimanakah engkau kini?….apakah engkau tlah mendapat setangkai mawar pengganti diriku?. Apakah dengan mencampakkanku, engkau telah mendapatkan segala kebahagiaan serta kebebasan hasrat hatimu ?.Bila itu kehendakmu, betapa kecewanya aku. Sebab kau telah mengganti jubah keluh kesahku dengan keharuman jubah lain disisimu. Apakah kau kira dengan mendekap keindahan jubah itu, keindahanku dapat terganti olehnya?.Apakah kebersamaanmu dengannya kelak tercatat dalam kitab-kitab sejarah cinta?.
Seandainya saja keadaanku ini merupakan hati yang terpanggang tungku api sesaat dan juga sebuah kecumburuan yang salah, Lantas dimanakah letak kebenarannya?, dimana kuharus temukan segala jawab?. Berilah aku kepul asap kehidupan; sebagai tanda bahwa dugaanku salah, dan kau masih kekasihku yang setia !.
Wahai kekasih hati, tak sedikitpun ku berharap tuk memutuskan tali penyatuan  kita. Engkaulah satu-satunya jiwa yang tlah terpatri didinding jiwa dan tak ada lagi jiwa yang dapat kupahat selain keberadaan dirimu.
Tahukah kau kekasih…Disaat cinta merentangkan sayap-sayapnya, mengepak dan untuk pertama kalinya membawaku terbang tinggi dalam genggaman cintanya yang tulus. Cintalah yang membawa kehangatan dalam kalbu, dimana jiwaku berselimutkan kasih dalam dekapan tulusnya.
Dalam sangkar sunyi abadinya itu, setiap merpati akan kedatangan seekor merpati yang datang dengan tiba-tiba, dimusim semi kehidupannya. Mengubah sayapnya yang patah dengan untaian indah mutiara sayap merak..
Takkala kutatatap cakrawala,kulihat sepasang merpati melintas tinggi, bermain dan meliukkkan tubuhnya dalam gumpalan awan.
Terlihat salah satu dari merpati itu bertengger ditepi dahan, menatap cerahnya langit dengan mata berbinar tanpa berkicau sedikitpun. Seolah cahaya matanya sedang menatap malaikat yang  memainkan seruling surga dan menghembuskannya kedalam telinga hatinya, sehingga sang merpati tak perlu menambahkan sebuah keindahan yang memang sudah indah. Dengan siapapun aku berbicara….tak sedikitpun aku mempedulikan ucapan miring mereka; selain bisikan udara yang mengalunkan untaian indah syair-syairmu
Namun sayang !….sayapnya kini telah terluka dan terpotong. Seandainya sepasang sayap cinta  itu masih berada dipunggungku,  mungkin saat ini aku kan berada disampingnya, melantunkan syair kerinduan, mengepakkan sayap kasihnya tuk menyusuri awan keberadaannya. Bagaimanakah caranya  kulepaskan sayap derita ini?, akankah ia dapat terbang bebas dari sangkar emasnya yang memenjarakan?,
Lihatlah aku sekarang….Bagaimana langit jiwaku dapat cerah kembali jikalau pasangan jiwaku kini menghilang laksana embun terpanggang surya..
Hatiku sesak kekasih!, kini tubuhku terhuyung bak mamanggul beban berat dipundaknya, tampak letih ia; menyusuri tebing harapan yang curam berkerikil, dan ketika kutiba diatas bukitnya tak kujumpai dirimu disana selain kabut kesia-siaan..
Kemana pandanganku mengarah tak sedikitpun ada sebuah bayang yang hadir selain dari bayang keberadaanmu disisi, sekalipun dengannya; kuharus berhadapan muka dengan tangan-tangan yang menunjuk dan menudingku dengan pandangan hina.….
Duhai betapa malam terasa panjang tanpa dirimu, betapa jiwa kian hampa dari hari ke hari.Laksana kain yang terkoyak ,dapatkah benang kesetiaan merenda kembali tali kasih kami  yang telah lama tersulam?.
Kini langit tertutup mendung, kami tak dapat lagi melayang bebas, banyak kilat dan badai menahan laju sayap cinta kami.
Wahai penguasa langit, kini cerahkanlah  kembali awan yang mendung itu, sapulah kepedihan hati kami dengan warna pelangi. Apabila mendung ini masih berlangsung lama, satukanlah tubuh dan jiwa kami tuk menghadapi bersama,
Jangan biarkan ketakutan-ketakutan malam dan pekik halilintar melepas genggaman kami dari penyatuan. Teguhkanlah hati kami dari kebimbangan, Bawa, tuntun  dan angkatlah jiwa kami dari kegelapan , selimutilah kegelisahan kami dengan pancaran karuniaMu,
Anugerahkan dan perlihatkanlah pada kami kebesaran cintaMu, yang membawa kami untuk selalu mengingatMu.
Setelah menuliskan segala gundah hatinya Tiara tertidur diatas disebuah meja, tangannya yang halus dan putih terlihat kotor oleh percikan tinta.
Melihat putrinya tertidur ditempat yang salah, maka Ratu Nirmala mengangkat tubuh Tiara dan membaringkannya diatas peraduan. Sambil mengusap rambut Tiara dan mengecup keningnya Sang Ratu berujar :
“Tiara anakku, dikaulah wahai Tiara permata hati yang paling kukasihi !, dan kini telah beranjak menjadi gadis yang cantik dan dewasa, suatu hari nanti dirimu akan mejadi pemimpin dinegeri ini.” …
”Sampai kapan engkau akan seperti ini Tiara?!…sakit yang diderita olehmu telah membuat kami putus harapan,”…sambil mengusap-usap keningnya ia melanjutkan, ”duhai belenggu derita dan kemalangan apakah yang menderamu Tiara ?!” ….
”Ketahuilah anakku, pemuda yang engkau cintai itu tidaklah sepadan dengan kita dalam hal kedudukan dan martabat”.
“Lihatlah pangeran-pangeran dari kerajaan lainnya, mereka gagah-gagah, berprilaku menarik dan juga tampan. Banyak Pangeran yang menaruh hati padamu, namun mengapa engkau kunci hatimu dalam jalinan cinta yang buta, sebuah jalinan yang mendekatkan keluarga kita  pada bara api ?!”…
”Bukalah hatimu, dengan cinta lainnya…bukalah matamu bagi keindahan kilau permata lainnya!”. “Kini malam telah larut; semoga Sang Pengasih menjagamu dari mimpi yang menyedihkan, serta memberikan kecerahan pagi yang akan mengangkatmu dari segala beban derita ini!”…”Selamat tidur anakku!”
Sambil merentangkan kelambu, Sang Ratu mencium kening Tiara, kemudian meninggalkan  Tiara yang malam itu tampak cantik dan anggun dengan gaun tidurnya.
****

Dalam perjalanan waktu ternyata suratan takdir nan indah belum berpihak kepada keduanya, kuas-kuas cinta yang masih baru tentu tidak selentur kuas lama. Sapuan kuas warna-warni kebahagiaan ternyata tak semudah begitu saja untuk dibentuk dan diukirkan pada sebuah kanvas kehidupan, kadar cinta mereka masih diuji oleh Si Pemilik Cinta.
Sebuah kanvas yang putih, bila terlalu lama dibiarkan terbuka dan terkena sinar kelak akan menjadi kusam warnanya. Begitulah perumpamaan sebuah harga diri dan kehormatan yang apabila tak hati-hati menjaganya kelak akan mencorengkan arang dikening.
Cinta buta dua insan ini ternyata telah telah mencoreng kehormatan dan nama besar Bangsawan Ansaria, ketulusan cinta mereka tak sebanding dengan susahnya membangun serta menjaga martabat dan nama baik keluarga. Lebih baik memutuskan tali cinta merreka daripada menyuburkan pepohonan dengan dedaunan aib dan rasa malu. Itulah mungkin yang dipikirkan oleh beberapa kerabat kerajaan.
Dalam sebuah rumah kegilaan cinta, kedua pecinta berusaha melukis langitnya dengan warna-warni ungkapan hati. Suasana indah seperti itu menyebabkan kedua pecinta hanya memikirkan dirinya saja. Seolah dunia hanya memiliki dua warna dan hanya mereka berdua yang dapat menghiasi lukisan yang lain hanya sebagai pelengkap. Mereka tak sadar bahwa kisah kasih mereka, telah menjadi bahan gunjingan orang banyak.
Bagaimana tak tak terhina martabat seorang pewaris kerajaan bila selalu disebut-sebut namanya oleh orang yang telah lupa ingatan. Karena permasalahan itu, beberapa kerabat anggota dewan istana mengadakan pertemuan khusus dan berinisiatif untuk mengamankan pemuda itu, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Kita harus menemukan pemuda gila itu saat ini juga, untuk apa menunggu kehadirannya hingga jerami kesabaran kita menjadi hangus terbakar oleh ulah gilanya. Lebih baik menjemputnya segera mungkin dimanapun ia berada, walupun dengannya kita terpaksa mengotori pedang kemuliaan kita dengan darahnya.”
“Lebih baik kita menaburi beragam warna dan wangi bunga dipusaranya, daripada harus mencium hari-hari kita dengan hawa busuknya!”.ujar kepala dewan sengit.
“Tidak, wahai paman. Aku sama sekali menolak segala macam bentuk kekerasan !” timpal Raja Nalendra lantang. “Aku bisa memahami perasaan anak muda itu, karena kebeliaan-nyalah ia bersikap naïf…..rasanya hormatnya pada putriku, telah membuatku segan terhadapnya. Aku bisa merasakan hasrat dan jiwa yang bergelora dalam darah pemuda itu, dan aku memakluminya. Bukankah tentunya kita semua pernah menjadi anak muda ?!”…
”Biarkanlah ia bersyair tentang ihwal kecantikan putriku, biarkanlah ungkapan perasaan hatinya menari-nari dalam ruang khayalnya, biarlah ia lepaskan keharuman syairnya hingga tersiar kepelosok negeri, karena akupun menyakini dan percaya, bahwasanya Cinta dapat mendamaikan serta melunakkan jiwa yang keras hingga membawa ketentraman kedalam hati”.
Selang berapa lama setelah Baginda Raja mengeluarkan pernyataan,  salah satu kerabat istana Adipati Arya beranjak dari tempat duduknya kemudian berkata dengan  penuh keprihatinan,
“Wahai Yang Mulia Baginda Nalendra,  tidakkah Putri Tiara melihat Pangeran-pangeran dari kerabat keluarga terdekat kita?, kalau kita lihat lebih seksama mereka tak kalah gagah dan cerdas, bahkan tak sebanding dengan pemuda gila itu bila dipandang dari sisi kemuliaan, apa jadinya bila negeri tetangga kita menyaksikan dan mendengar calon pewaris kerajaan, menjalin tali kasih dengan pemuda yang bermartabat rendah serta tak jelas nasab keturunannya.”
Sambil menundukkan wajah penuh keprihatinan, Adipati Arya melanjutkan pendapatnya, “Bila lambat laun bunga kian merekah serta menebarkan pesona harumnya, hendaknya ia memiliki kepribadian yang indah pula. Karena hanya dengan indah kepribadiannya itulah; ia dapat memagari dirinya dari permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh kecantikannya”….” Dan tentunya kita tak ingin menjadi bahan tertawaan serta  gunjingan mereka serta menentang tradisi yang telah dipegang teguh oleh para leluhur kita bukan ?!” ujar adipati arya sambil merentangkan tangan dan menggeleng penuh tanya.
Raja menyimak pendapat gubernur Arya dengan hikmat, dengan kelembuatan hati serta kebijaksanaan seorang raja ia lalu berkata,
“Hati yang tercerahkan oleh cahaya Cinta, lebih berharga daripada semua kilau permata di dunia.
Tak ada penyembuh yang lebih baik daripada kehadiran orang yang dikasihi bila seorang pecinta sakit . Dan Tak seorang pun dapat mempercayai suatu perlindungan, betapa pun besarnya, kecuali perlindungan yang diberikan oleh Cinta.
"Dan aku rasa obat bagi sakitnya Tiara adalah Satria itu sendiri, begitu juga sebaliknya".ujar Baginda raja sambil tersenyum simpul.
"Ketahuilah wahai abdiku semua ‘kekuatan ajaib” -ada dan tercipta karena dorongan Cinta.
Betapa seorang induk ayam akan bertarung mati-matian dengan rubah demi mempertahankan kelangsungan hidup anaknya.
Betapa ruang waktupun takluk dalam genggaman cinta, pernahkah kau rasakan ketika kekasih berada disisi?. Satu hari berpisah dalam Cinta sama dengan seribu tahun, dan seribu tahun bersama Kekasih terasa hanya sehari. Perjalanan ribuan kaki terasa hanya beberapa kaki, dan beberapa kaki terasa ribuan kaki tanpa kehadirannya..
Dalam kesadaran Cinta. bentuk Cinta yang paling hakiki adalah Cinta kepada-Nya sebagai bentuk total penyerahan diri terhadap Sang Penggenggam Hidup, sedang cinta pada insan dan alam semesta menciptakan keadaan surgawi- apabila berlandaskan Cinta ; menjadi kabut duniawi bila menjelma hasrat nafsu".
"Aku tak pernah tahu seberapa kerasnya hati ini, apakah sekeras baja?….bila ya,maka aku akan mengharap api cinta melelehkannya hingga ku dapat membentuk dan menjadikannya kembali dingin. Bila hatiku selembut lilin yang mudah meleleh ketika tersentuh api maka kuyakin dengan sumbu yang ideal,maka kudapat mempertahankan nyalanya hingga habis terbakar……Ataukah hatiku seperti kertas? Menyala dengan cepat lalu menjadi asap sekejap".
"Dalam keheningan ini, kuingin kau tahu bahwa Cinta-Nya pada kita laksana bara api yang saling terkait , yang terangnya adalah cahaya atas cahaya. Bila api cinta ini menyala, maka Sang Terkasih akan menerangi jalan dan kegelapanpun lenyap.
Mungkinkah kita dapat mempertahankan api cinta kita, untuk tetap menyatu dalam cahaya keterpisahan-Nya?"….
Kala jiwa terbangun dalam keterjagaan malam, Pernahkah jiwa bertanya : “Mengapa tiba-tiba hati ini selembut kapas?!”,….”Sihir macam apakah yang melemahkan kemudaan dari bahu dan mematahkannya hingga hancur berkeping-keping?!”…
Tolaklah kenyataan ini, maka retaklah cermin itu, bukankah merupakan kesia-siaan belaka, seumpama wajah rupawan berkaca pada cermin yang retak ?. Dan Bagiku jiwa yg resah…. dapatkah jiwa memandang diri sebelum memandang orang lain?!…..dan dapatkah kau bangkit dari kematianmu sebelum kau menuju pada kematian yang sesungguhnya?!”…...
Konon rahasia setiap pencapaian dalam setiap agama dan mistisme adalah Cinta. Konon tanpa Cinta sang pencari akan menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam jalur ini, dan akan selalu gagal untuk memusatkan pikiran mereka pada satu kesadaran.
Laksana “mata ketiga”, pesan telepati yg disampaikan kepada kekasih menghadirkan bunga-bunga Imajinasi, pikiran, mimpi dan visi seorang pecinta, semuanya mengungkapkan segala sesuatu tentang Dia yang dicintainya.
Tetapi cinta memaksa pecinta, menahan visi tentang kekasihnya di depan pandangan-Nya yang tertutup oleh pandangannya. Cintanya sendiri adalah Cermin pemantul bagi bayang yg bercerita tentang diri, ,orang lain serta lingkungan yang dikasihinya.
Dan aku menyadari tiada daya yang lebih besar daripada Cinta. Semua kekuatan muncul ketika cinta bangkit di dalam hati.
Andai mereka tahu bahwa rahasia semua itu berada di dalam Cinta!
“Saudara-saudara biarlah waktu yang berbicara, biarkan putriku mencari jawaban akan cintanya sendiri sesuai keyakinan yang ia percaya, lagipula terlalu dini untuk merisaukan segala prilakunya. Bukankah putriku belum matang seluruhnya, ibarat bunga ia belumlah merekah seluruhnya!”.
Sekali lagi dengan hormat kutekankan, bahwa aku tak mengharapkan adanya kekerasan disekitar kehidupan rumahtanggaku, marilah kita bersikap bijak dan janganlah kita mengotori cermin kebebasan kita, melainkan singkaplah tabir ini yang menutupi pantulan Cahaya indahnya , lalu raihlah jemari kebebasan itu dalam naungan  tuntunan cahaya kasihnya.”…..sambil menghela nafas yang dalam Baginda Raja berkata,
”Dan jangan pula menempatkan dosa-dosa kita disudut-sudut gelap kehampaan diri, berkaca dan ambilah pelajaran.darinya kemudian  nilailah keburukan itu sebelum kita menilai keburukan orang lain.
Sambil mendekat kebeberapa kerabat dan mendekap erat bahunya, beliau berujar kepada salah seorang diantara,….
“Ketahuilah wahai abdiku; hanya dengan tuntunan hati nuranilah maka kita akan hidup dalam kedamaian. Hati nurani adalah ruh dimana kehendak Tuhan bekerja dalam diri manusia, hanya dengan hati yang bersih saja kita dapat menyatu dalam perbuatan-Nya yang suci serta penuh kebaikan.”
Sambil merentangkan tangannya,ia melanjutkan “Lebih baik kita utamakan dahulu masalah pemberontakan yang terjadi dipropinsi kita !”
***
Roman Satria Tiara
Karya : Hartono Beny Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar