Bab 2
Menurut shahibul hikayat, Tersebutlah seorang raja
dari negeri timur yang berkuasa dan termasyur bernama Nalendra ,
kekuasaannya terbentang laksana permadani yang menghampar dari ujung
bumi yang satu, keujung bumi yang lainnya. Ia begitu disegani rakyat
dan para musuhnya, kata-katanya menjadi sabda, perintahnya adalah
titah yang tak seorangpun berani menentang.
Ditangan kebesarannya Kerajaan Ansaria mencapai
puncak kejayaan, wilayah kekuasaannya melebar sampai Semenanjung
Malaka, Kamboja dan kepulauan pacific. Raja-raja yang telah
ditaklukkannya diwajibkan mengirimkan berbagai upeti sebagai tanda
bakti.
Raja Nalendra mempunyai seorang putri bernama Tiara,
sebuah kerlip bintang yang paling bersinar pada masanya , kecantikan
dan budi pekertinya tersebar dan tersiar hingga ke segala penjuru
kerajaan arah mata angin.
Tak pernah hatinya diliputi kecemasan sedikitpun,
seolah pintu-pintu langit tempat dimana ia bernaung, selalu mencukupi
berbagai kebutuhannya- dengan memberi tetes air keberkahan , bagi
beragam jenis warna bunga, yang hidup dan merekah dalam taman hatinya.
Wajahnya selalu berseri dan tak pernah terbersit dari
pancaran wajahnya suatu bentuk kedukaan ataupun kemuraman hati. Ia
selalu dalam kegembiraan, tak pernah ia menanyai hari esok ataupun
yang kan terjadi setelahnya, seolah berbagai kebaikan serta rahmat
dunia berada dalam genggamannya
Kelokan dua binar matanya , bersinar laksana mata
kijang. Seakan mampu menghipnotis orang yang paling arif sekalipun
-hingga menawan hatinya dalam jeruji keputusasaan, serta memabukkan
dan menenggelamkannya dalam cawan-cawan anggur, yang berisi air
harapan akan cinta dan anugerah.
Seandainya saja mata pena dipaksa untuk menuliskan
keindahannya, tentu hal tersebut akan sia-sia , disaat jiwa hendak
menulis perihal keindahan sejatinya , selalu saja mata-mata pena
tersebut menjadi patah , dan disaat buah-buah kebijaksanaan hendak
dipetik, guna mengisi pena dengan getahnya, selalu saja kertas-kertas
tersebut terlebih dulu terbakar , seakan tak kuasa menahan beban
amanah yang meski dipikulnya.
Walaupun berbagai kesenangan hidup telah dikecapnya,
ternyata Sang Putri menyimpan suatu kegundahan hati, dalam tiap
mimpi-mimpi malamnya ia sering berjumpa dengan sosok pemuda yang
begitu mengganggu pikirannya. Dan ia bahkan mengigau menyebut-nyebut
nama kekasih khayalnya itu disetiap waktu -disetiap saat.
Kelakuan ganjil tersebut terkadang membuat hati Raja
menjadi gundah. Bagaimana mungkin seorang ayah akan tega membiarkan
permata kesayangannya tertimpa suatu penyakit aneh..Karena hal itu
Sang Raja menjaganya siang malam, memayungi dirinya dengan perhatian
dan kasih sayangnya yang tulus..
Didalam pengasuhan mawar tersebut, Raja Nalendra
benar-benar mengistimewakan Tiara sebagai harta yang paling ia cintai,
kasih sayangnya sekan tercurah hanya untuknya seorang serta menjaga
layaknya Sphinx pada piramid.
Raja Nalendera telah lama mendambakan mempunyai anak
kembali, seorang anak lelaki yang kelak akan mengangkat tongkat
kebesaran dan mewariskan kejayaannya dengan semerbak keharuman mawar,
namun keinginannya tak pernah terwujud karena permaisurinya tak pernah
lagi mengandung.
Pada suatu hari Raja Nalendra mengadakan suatu acara
yang ditempatkan dibalirung istana , berbagai kalangan masyarakat
berbaur menjadi satu, bersorak penuh kegembiraan dalam sebuah
keceriaan malam, mereka diundang secara khusus untuk merayakan hari
kelahiran rajanya yang telah memasuki usia 75 tahun, didalam keria-an
acara tersebut berbagai lomba dan atraksi telah digelar, berbagai
pundi-pundi kebaikan dibuka, malam itu menjadi malam yang penuh
keberkahan tidak saja bagi kalangan amir tapi juga fakir.
Berbagai kebaikan di malam itu, seakan menjadi air
yang menghidupi serta merahmati segala karunia yang telah dicurahkan
Sang Khalik pada sang raja., atas pemberian kesehatan dan umur yang
panjang kepadanya.
Didalam pesta itu digelar berbagai atraksi,
tari-tarian , dan juga lomba bersyair, dikarenakan ikut dalam
pertandingan, Satria berada diruangan utama. Dimana ruangan itu
dikelilingi meja-meja perjamuan, laksana sebuah taman firdaus, beragam
hidangan lezat, hiasan-hiasan dan bunga-bunga terbaik yang ada
diseluruh negeri tersaji disana .
Berbagai kenikmatan dunia terpancar dari tangan
emasnya, sebuah tempat dimana terdapat Raja dan kerabat serta para
bangsawan bercengkrama bernaung dibawah langit kejayaan, seakan hendak
memperlihatkan kebesaran serta kemuliannya masing-masing..
Setelah memberikan kata sambutan, Raja Nalendra
secara resmi membuka acara tersebut. Digelarlah berbagai atraksi
kesenian tradisional yang dilakukan para seniman istana. Ketika sang
putri raja sedang menari dengan pangeran dari kerajaan lain, secara
tak sengaja kaki sang putri menyentuh meja yang diduduki seorang
pemuda, sehingga menjatuhkan gelas kepangkuannya, yang belakangan kita
ketahui bernama Satria.
Dalam kejadian serba cepat seperti itu, si pemuda
dengan khilaf secara tak sengaja mengeluarkan desis bernada hardikan;
apalah daya desis telah keluar dan tak mungkin dapat ditarik kembali,
tak pantas bagi seorang rakyat biasa mengeluarkan desis sekecil apapun
juga, terlebih lagi kepada seorang yang begitu dihormati, maka si
pemuda buru-buru meminta maaf atas segala kekhilafannya, alih-alih
sang pemuda akan marah, ternyata ia terpana kepada kecantikan gadis
itu.
Sambil tersenyum ramah pada Satria, Sang Putri
menghaturkan permohonan maaf secara tulus padanya. Tertegun oleh
kerendahan hati dan keramahan Sang Putri, Satria bersyair dalam hati :
“Tak jadi masalah Tuan Putri menjatuhkan air kepangkuanku,
Padahal lomba belum saja digelar,
Tak mengapa bila harus menjadi seorang pecundang,
Jika senyum yang diberikannya padaku,
telah menjadikanku sebagai seorang pemenang!”
Pada saat itu juga, keindahan atap istana beserta
indah kerlip lampu-lampu kristal, telah menandakan sebuah takdir -bagi
lahirnya seorang penyair, yang kelak akan mewariskan bait-bait abadi
bagi generasi sesudahnya .
Banyak wanita yang memberi ilham padanya untuk
menulis kasidah, bagai kumbang yang mengelilingi bunga-bunga, tetapi
Sang penyair hanya tertarik pada salah seorang diantara mereka, dialah
Tiara anak dari Baginda Raja.
Saat wajah rindu akan damai, seolah kedamaian itu
harus ditebus oleh peperangan, wajah yang terluka akan dibasuh serta
disembuhkan -oleh kain dan airmata keharuan.
Begitu juga disaat sang pemuda datang dengan membawa
hati yang tandus , tiba-tiba saja hadir seorang yang memiliki
kecantikan bidadari, basahi dahaga kerongkongan jiwanya dengan membawa
sejumput senyum menawan, yang kelak akan menyegarkan segala resah
hatinya.
Ketakjuban itu terus berkembang hingga menjadi sebuah
taman jiwa yang penuh terisi oleh bunga-bunga cinta. Maka dari itu,
keluarlah syair-syair indah dari bibirnya seakan sudah menjadi detak
jatung penyair kita.
Ia takkan pernah berhenti bersyair kecuali jika sang kekasih menghendaki atau jantungnya sudah tidak berdetak untuk selamanya.
Duhai Pesona para dewi,
disaat aku melihat engkau menari,
Gerak gemulai tubuhmu membuat jantungku seolah berhenti berdetak,
Andai saat itu aku yang menari denganmu,
Pasti ku kan binasa, melihat pencaran mata yang begitu indah itu,
Duhai Dewi Cintaku,
Saat kau melemparkan sebuah senyuman padaku, hatiku yang beku kini mencair
Disaat kita saling menatap,
maka sabda jiwa kita tak mampu menyembunyikan rasa dihati.
Kebisuan kita adalah cahaya keindahan yang memancar dari dalam diri,
lebih mulia dari suara-suara yang ditutur alam,
Lebih indah bunyi-bunyian yang terucap dari para malaikat,
Duhai dara jelita,
keindahan diatas para Putri-putri Raja,
Apakah jiwamu dan jiwaku saling bertemu dihari pertemuan itu ?!
Setelah pesta usai, keterpesonaan Satria kepada sang
putri membuat dirinya lupa menanyai nama seorang gadis yang telah
memikat hatinya itu.
Beberapa hari kemudian sipemuda kembali menuju
keistana, kebetulan diistana sedang ada pengangkatan prajurit baru,
maka kesempatan itu tidak disia-siakan olehnya, saat berada di
alun-alun istana sipemuda berjumpa dengan beberapa dayang-dayang
istana , sambil menyelesaikan urusannya, ia menyelidiki dan mencari
tahu siapa nama gadis yang berada dalam pesta kemarin itu yang kerling
matanya begitu mempesona, senyumannya indah tak terperi, atau langgam
bicaranya yang menawan telah membuat hatinya terbakar oleh bara api
bernama cinta .
Ternyata usaha tersebut tidaklah sia-sia, salah satu
dayang istana mengabarkan keberadaan si pemuda kepada sang putri, “
kekaguman atas diri Tuan Putri telah melahirkan banyak bait-bait syair
cantik dan kebanyakan syair-syair itu dinisbatkan kepada Anda!” ,
begitu tuturnya.
Mata merupakan jendelanya hati, segala sesuatu yang
mengitari pikiran sang pecinta mendorongnya untuk menemukan cintanya,
walaupun dengannya ia harus mereguk racun, niscaya racun itu tak
berdaya oleh madu cinta yang mengalir dalam darahnya .
Tak bisa pungkiri bahwa Sang Putri juga merasakan
getaran yang sama, takkala ia mendapatkan cerita perihal kekasihnya
itu. dawai-dawai kecapi asmara serasa mengalun merdu diseputar dinding
hatinya .
Ketika cinta hadir dan mengetuk pintu hati, maka hati
tak akan lagi bisa membedakan antara kaya atau miskin, siburuk rupa
atau sibaik rupa. Dan sang putripun tak dapat berpaling untuk tidak
mencintainya.
Tiara sang putri raja, melihat sesuatu yang indah
memancar dari diri si pemuda. Begitu juga sebaliknya dengan sipemuda,
ia memandang Sang Putri sebagai sebongkah mutiara nan sempurna, yang
memancarkan cahaya kecantikan dari dalam diri.
Gayung bersambut , tidak bertepuk sebelah tangan.
Setiap kali dua jiwa itu bersua , kadar cinta di dada masing-masing
semakin bertambah besar. Dalam cinta dan kerinduan, selalu bermula
dari pandangan mata, kemudian senyum, lalu sapa, bicara lantas
berjanji untuk bertemu, terjadi perjumpaan atau bahkan perpisahan.
Setelah perjumpaan sekejap itu, hubungan keduanya berlangsung melalui surat ataupun saling kirim mengirim utusan.
Syahdan Sang Putri Raja sedang dilanda demam asmara ,
pikirannya takkan pergi jauh dari sang terkasih, walau banyak sekali
duri yang menghalang ataupun cemoohan yang terlontar, ia tetap saja
tak peduli ; dan semakin menyakini -bahwa getaran yang bersemayam
dalam hatinya merupakan sebuah getaran cinta yang telah lama terpatri
dalam hati, takkan pernah ia merasa bersalah dan takkan penah mengenal
kata salah.
Seseorang yang bijak sekalipun tentu bisa
mengendalikan akal sehatnya , namun apalah daya jika sibijak diterpa
penyakit cinta, tak ada obat mujarab yang dapat dengan mudahnya
menyembuhkan penyakit ini selain kehadiran si pemberi penyakit
“Ternyata dialah !…ternyata dialah yang sering mampir disetiap mimpi-mimpi malamku!” gumam Tiara, Sang Putri Raja.
Begitulah bila cinta telah dibutakan oleh hasrat dan
keinginan , ia akan lupa akan kebenaran yang mendasarinya, apalah daya
tembok yang kokoh lagi tinggi ataupun kesiagaan para pengawalnya
-semua kan jadi percuma, bila yang meski dijaga adalah sebuah hati.
Dalam suatu kesegaran pagi yang cerah, dengan
berhias lengkung warna-warni pelangi, bunga-bunga merekahkan putik
mahkota indahnya. Dipagi itu pintu-pintu langit hendak menganugrahkan
hikmah, serta memperlihatkan tabir lain yang sempat terhalang bagi
pengelihatannya, maka terbukalah secara perlahan berbagai selubung
yang menutupi matahatinya, sehingga Tiara Sang Putri Raja merasakan
sesuatu yang aneh -telah terjadi pada dirinya. Ia melihat dan
menyaksikan dengan mata hatinya , bahwa kupu-kupu dan bunga saling
berbicara , seolah mereka hendak menyampaikan dan menisbatkan
bait-bait syair nan indah ini untuknya :
Aku adalah kupu-kupu ,
aku dan bunga adalah sepasang kekasih.
Angin kehidupan mempertemukan dan memisahkan kami.
Aku terbang dan aku datang dari atas singasana cintamu,
untuk menggabungkan sengat kasihku dengan putik
indahmu, serta keindahan warnanya yang menyatu dengan keindahan
sayap-sayap cintaku.
Menjelang segarnya pagi aku menghampiri kekasihku,
dan ia mendekapku dalam kelopak indahnya.
Disenja hari kutorehkan dan kubacakan syair-syair kerinduanku ,
lalu ia tersenyum , dan melambaikan kelopak jiwanya padaku….
Kupu-kupu bersayap yang oleh cinta tidak diberi
kekuatan, tidak akan bisa terbang dari balik dedaunan untuk melihat
keindahan dan keagungan cinta,
Dimana jiwaku dan jiwa kekasihku menyatu dalam setiap hembusan dan tarikan nafas keabadian…
Ketika angin menyandungkan bait-bait cinta ,
Ruh semesta yang mendengarnya akan tertunduk dalam bulir airmata bahagia…
Disaat angin bergolak, dan hati terluka…Kupu-kupu
terbang susuri taman-taman hati, dilihatnya bunga-bunga merekahkan
warni kemandulan jiwa…putik indahnya takkan pernah mendengar…ketika
alam menyandungkan bait-bait kehidupan…
Kekasihku,…..
Aku ingin engkau mengenalku sebagai keindahan
kupu-kupu yang pernah tertatih dalam kegelapan…Aku ingin engkau
mengingatku sebagai makhluk yang pernah terkurung sepi dalam selubung
kegetiran ….
Duhai, keindahan jiwa yang menghias taman hatiku,
Tak ada hari-hari yang lebih indah daripada hari-hari yang dihiasi oleh keindahan cinta…
Tak ada badai yang lebih menakutkan selain badai asmara..tetaplah dalam genggaman erat - kepakan syair keabadianku, dan
jadilah pengikut setia atas Singgasana keajaiban cintaku…
Dan kupu-kupu yang dicintai Sang Putri Raja bukanlah
kupu-kupu biasa, walaupun ia berasal dari kalangan jelata , namun dia
adalah sosok pemuda yang cakap menunggang kuda, hebat dalam memainkan
pedang dan ahli membuat syair, konon apabila ia menyandungkan
bait-bait syair, kehalusan dan kedalaman makna yang terkandung
didalamnya amatlah menggetarkan jiwa, bahkan bagi jiwa sekeras batu
sekalipun akan luluh lantak dibuatnya.
Dilain kesempatan, masih disebuah taman jiwa yang
sama Sang Putri terlihat menghampiri kupu-kupu tersebut , serta meraih
sayapnya kemudian ia berbicara padanya
”Wahai kupu cintaku !’, katanya “Dari sayap
keindahan dunia manakah kepakanmu berasal ?”. “Dapatkah kau padamkan
nyala api yang menyala dalam hatiku kini ?”, “Haruskah aku memohon
padamu untuk mengatakan padaku siapa namamu dan dari mana engkau
berasal ?.” ….
“Lihatlah luka yang telah tergores dan teranga di
hati ini, dapatkah kau biarkan keperihan ini terus berlangsung, sedang
kau biarkan aku meluruh dalam dekapan sayap kebesaranmu ?”…Duhai,
betapa malangnya jiwaku, dan ku yakin tak seorangpun mau tertimpa
cinta seperti ini, kau telah membawa pergi hatiku , tanpa
meninggalkan jejak sedikitpun perihal dirimu!”.
“Duhai kepakan sayap yang terus bergema dikehening
ruang hatiku, maukah kau ceritakan padaku ihwal syair yang kau gubah
untukku?!”…”Tahukah kau wahai kekasih hati !, bahwasanya bayang
indahmu telah menggangu tidurku, merampas ketenangan malamku dengan
menaburi duri cinta pada pembaringanku ?!”
“Ketahuilah bahwa kebebasanku kini, telah tertawan
oleh keindahan bait-bait cintamu, maka sandingkanlah kedua jiwa itu;
bila kau tak sudi menyatukannya sesegera mungkin, maka kembalikanlah
jiwaku !…dan jangan biarkan terus jiwaku tersiksa dalam penantian -
serta menunggu dalam keraguan ditiap detik ujung harapku ini !”
Tak beberapa lama kemudian kupu-kupu yang menghias
serta bersemayam ditaman jiwa itu menjawab seruannya, lalu kupu-kupu
yang ada digenggamannya itu berkata :
“Saat Sang Putri Raja berdiri ditepian senja, langit
mengukir lembaran kisahku padanya, maka ia tersenyum, ia menangis ,
dan ia tertegun”.
“Duhai kelembutan jemari yang telah menggetarkan
kebesaran sayap-sayap cintaku !” “Janganlah kau berburuk sangka,
ijinkanlah aku barang sejenak mengagumi keindahan parasmu, maka
ijinkan aku untuk memaknai keindahan dirimu dalam kepakan sayap-sayap
kebijaksanaanku !”
“Dan janganlah mengira luka cinta yang kuterima
akibat pesonamu, lebih ringan dari yang kau terima dariku.”…”Jiwakupun
tertusuk oleh panah cinta yang sama !”
Pertemuan-pertemuan dalam alam impian, ternyata belum
juga bisa menjawab dan menyembuhkan penyakit akan cinta atau
memadamkan gelora bara api cinta yang berkobar didalam hati.
Sang putri raja kembali kekamarnya dengan membawa
penyakit bathin didalam tubuh, badannya semakin kurus beriring dengan
berlalunya hari . Tak seorangpun tabib yantg mampu mengobati. Setiap
hari ia mengigau menyebut-nyebut nama kekasihnya atau berbicara dengan
bayang-bayang sang terkasih..
Perpisahan adalah ladang subur untuk menumbuhkan dan
menyalakan api cinta. Tidaklah menjadi kendala bila kedua pecinta
terpisahkan oleh jarak, dinding-dinding kokoh yang sengaja
dibangun-pun akan sia-sia belaka, bila yang ingin dibatasi adalah
sebuah jiwa.
Baginya, cinta sejati adalah singgasana
peristirahatan akhir bagi kemurnian hati, dihadapannya-lah cinta
menghamba , didalam erat genggamannya-lah kekuatan cinta memasrahkan
diri.
Berkali-kali mereka berusaha untuk merajut
benang-benang cinta kasih, tetapi apa lacur , untung tak dapat diraih,
malang tak dapat ditolak, benih asmara dalam kedua jiwa itu akhirnya
tercium juga oleh keluarga sang putri.
Kini kekasih yang dibangga-banggakannya telah
dipingit dalam kamar kerajaan, ia tak dapat lagi keluar tanpa
pengawalan teman atau orang yang dapat dipercaya.. Kalau terpaksa
harus keluar, itupun bila ada keperluan yang amat mendesak.
Sang putri raja telah dipersiapkan untuk menjadi
pewaris kerajaan, dalam pingitannya itu ia hanya diam seribu bahasa
sembari merasakan pahitnya kesedihan.
Saat cinta menyapa jiwa pemuda dan putri raja , saat
bunga-bunga cinta telah terpaut dilubuk hati keduanya, kini Tiara
sang putri raja tidak dapat ditemuinya kembali sekalipun itu hanya
sebuah pertemuan melalui surat-menyurat. Maka biarlah kumpulan
lembaran jiwa itu; impian, imajinasi dan kenangan
yang menyertainya , menjadi muara ilham bagi lahirnya bait-bait syair
yang dinisbatkan padanya
Beriring dengan berjalannya waktu, hal tersebut tak
berlangsung lama, secara sembunyi-sembunyi, pertemuan mereka menjadi
semakin rutin, meski hanya memandang Tiara dari bawah balkon istana,
sebuah pertemuan suci dilakukan dengan tetap menjaga diri, tak peduli
langit sedang menghitam atau guntur sedang membahana, mereka tetap
gigih, walau mara bahaya mengancam keduanya , seakan hal itu tak
menyiutkan nyali dan menyurutkan niat baik kedua pecinta yang sedang
dilanda asmara untuk saling bertemu.
Dalam kenekatan seperti itu, Sang Raja pernah menasehati putrinya:
“Wahai anak pelita bagi kebesaranku , engkaulah
satu-satunya yang paling kucinta, permata yang paling berkilau dari
seluruh negeri ..sampai kapankah engkau akan tersesat dalam kebeliaan
masa mudamu ?… Mengapa engkau masih berhubungan dengan pemuda yang tak
jelas keberadaan dan asal-usulnya?…Ketahuilah bahwasanya engkau
adalah seorang putri Raja, banyak pangeran tampan yang mengantri
laksana kumbang mendekati bunga untuk dapat mendapatkanmu, namun
mengapa engkau terpedaya dan terbelenggu dalam jerat-jerat tipuan
yang telah diciptakan olehnya?…Seseorang yang memperlihatkan manisnya
cinta padamu, laksana kembang gula, padahal ia telah membuatnya dengan
jemari hitam lagi berkuku tajam! ”
“Duhai Ayahandaku tercita” tuturnya, “ Janganlah
engkau berkata seperti itu, tidakkah kau ketahui ,bahwa tak ada
seorang gadispun yang ingin tertimpa kemalangan seperti ini, ……luka
pada hatiku ini; bukan atas kehendakku- ia ada, namun karena kebesaran
cinta itulah ia ada!”
Ketidaksukaan Sang Raja pada Satria berbuntut
panjang, sebenarnya Satria lulus dalam seleksi pengangkatan prajurit
baru, namun karena ketidaksenangannya itu, ia dinyatakan tidak lulus
secara sepihak, musnahlah harapannya sebagai abdi negara yang ia
citakan sejak kecil. Namun demikian Satria tak pernah berkecil hati
ataupun berputus asa, ia tetap berusaha tersenyum walau hatinya
merintih.
Cinta tak pernah berubah sepanjang masa . Cinta
adalah getaran yang menembus kalbu. Cinta adalah panggilan jiwa yang
memaksa jasad untuk mengikuti. Dan cinta adalah bara api yang berkobar
didalam hati setiap kali melihat sang terkasih, atau mendengar
namanya disebut.
Perputaran hari telah menengaskan bahwa setiap kali
kedua jenis anak manusia dipisahkan, setiapkali rasa rindu untuk
bertemu meenggelegak didalam jiwa, setiapkali itu pula akal
menciptakan bentuk bentuk hubungan yang tak pernah terbayangkan.
Seorang pecinta yang tergila-gila tidak akan merasa
cukup bila hanya menyandungkan bait syair pada sang terkasih, ia akan
berusaha mendekati rumah kekasihnya itu berharap sebuah keajaiban
mempertemukannya dengan si jantung hati.
Bukanlah seorang Satria, bila ia tak bersyair untuk
menjawab segala keresahan hatinya, dan bukanlah seorang Tiara, bila
ia tak pandai bersyair dan juga menterjemahkan syair-syair yang
dinisbatkan padanya…
Duhai kekasih,
Disaat seorang pemuda dilanda cinta, Hal gila apapun pasti dilakukannya demi Sang tercinta,
Tembok yang tinggi sekalipun kan dipanjatnya, laut nan luaspun kan diarunginya,
Onak-duri itu dapat dengan mudah diatasinya, lain
halnya bila bunga yang ia cintai dipagari - dinding-dinding kemuliaan
dan kehormatan,
Ia akan mati dibalik tembok itu dengan menggenggam sebuah keyakinan kuat dalam hatinya,
Dalam kematiannya- ia menyakini bahwa; kelopak bunga yang ia lempar dari balik tembok itu,
sekalipun bunga-bunga itu tak ada yang memungutnya ,
suatu saat layunya akan menjadi benih harapan, serta obat kerinduan bagi sang terkasih,
Bunga-bunga harapan yang kelak menjadi pelipurnya dikala sedih,
menjadi teman sejatinya dikala hampa.
***
Roman Satria Tiara . Bab 2
Karya : Hartono Beny Hidayat
Karya : Hartono Beny Hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar