Jumat, 16 November 2012

Bab 2.Roman Satria-Tiara

Bab 2

Menurut shahibul hikayat, Tersebutlah seorang raja dari negeri timur yang berkuasa dan termasyur bernama Nalendra , kekuasaannya terbentang laksana permadani yang menghampar dari ujung bumi yang satu, keujung bumi yang lainnya. Ia begitu disegani rakyat dan para musuhnya, kata-katanya menjadi sabda, perintahnya adalah titah yang tak seorangpun berani menentang.
Ditangan kebesarannya Kerajaan Ansaria mencapai puncak kejayaan, wilayah kekuasaannya melebar sampai Semenanjung Malaka, Kamboja dan kepulauan pacific. Raja-raja yang telah ditaklukkannya diwajibkan mengirimkan berbagai upeti sebagai tanda bakti.
Raja Nalendra mempunyai seorang putri bernama Tiara, sebuah kerlip bintang yang paling bersinar pada masanya , kecantikan dan budi pekertinya tersebar dan tersiar hingga ke segala penjuru kerajaan arah mata angin.
Tak pernah hatinya diliputi kecemasan  sedikitpun, seolah pintu-pintu langit  tempat dimana ia bernaung, selalu mencukupi berbagai kebutuhannya- dengan memberi tetes air  keberkahan , bagi beragam jenis warna bunga,  yang hidup dan merekah dalam taman hatinya.
Wajahnya selalu berseri dan tak pernah terbersit dari pancaran wajahnya suatu bentuk kedukaan ataupun kemuraman hati. Ia selalu dalam kegembiraan,  tak pernah ia menanyai hari esok ataupun yang kan terjadi setelahnya, seolah berbagai kebaikan serta rahmat dunia berada dalam genggamannya
Kelokan dua binar matanya , bersinar laksana mata kijang. Seakan mampu menghipnotis orang yang paling arif sekalipun -hingga menawan hatinya dalam jeruji keputusasaan,  serta memabukkan dan menenggelamkannya dalam cawan-cawan anggur, yang berisi air harapan akan cinta dan anugerah.
Seandainya saja mata pena dipaksa untuk menuliskan keindahannya, tentu hal tersebut akan sia-sia , disaat jiwa hendak  menulis perihal keindahan sejatinya , selalu saja mata-mata pena tersebut menjadi patah , dan disaat buah-buah kebijaksanaan hendak dipetik, guna mengisi pena dengan getahnya, selalu saja kertas-kertas tersebut terlebih dulu terbakar , seakan tak kuasa menahan beban amanah yang meski dipikulnya.
Walaupun berbagai kesenangan hidup telah dikecapnya, ternyata Sang Putri menyimpan suatu kegundahan hati, dalam tiap mimpi-mimpi malamnya ia sering berjumpa dengan sosok pemuda yang begitu mengganggu pikirannya. Dan ia bahkan mengigau menyebut-nyebut nama kekasih khayalnya itu disetiap waktu -disetiap saat.
Kelakuan ganjil tersebut terkadang membuat hati Raja menjadi gundah. Bagaimana mungkin seorang ayah akan tega membiarkan permata kesayangannya tertimpa suatu penyakit aneh..Karena hal itu Sang Raja menjaganya siang malam, memayungi dirinya dengan perhatian dan kasih sayangnya yang tulus..
Didalam pengasuhan mawar tersebut, Raja Nalendra benar-benar mengistimewakan Tiara sebagai harta yang paling ia cintai, kasih sayangnya sekan tercurah hanya untuknya seorang serta menjaga layaknya Sphinx pada piramid.
Raja Nalendera  telah lama mendambakan mempunyai anak kembali, seorang anak lelaki yang kelak akan mengangkat tongkat kebesaran dan mewariskan kejayaannya dengan semerbak keharuman mawar, namun keinginannya tak pernah terwujud karena permaisurinya tak pernah lagi mengandung.
Pada suatu hari Raja Nalendra mengadakan suatu acara yang ditempatkan dibalirung istana , berbagai kalangan masyarakat berbaur menjadi satu, bersorak penuh kegembiraan dalam sebuah keceriaan malam, mereka diundang secara khusus untuk merayakan hari kelahiran rajanya yang telah memasuki usia 75 tahun, didalam keria-an acara tersebut berbagai lomba dan atraksi telah digelar, berbagai pundi-pundi kebaikan dibuka, malam itu menjadi malam yang penuh keberkahan tidak saja bagi kalangan amir tapi juga fakir.
Berbagai  kebaikan di malam itu, seakan menjadi air yang menghidupi serta merahmati segala karunia yang telah dicurahkan Sang Khalik pada sang raja., atas pemberian kesehatan dan umur yang panjang kepadanya.
Didalam pesta itu digelar berbagai atraksi, tari-tarian , dan juga lomba bersyair,  dikarenakan ikut dalam pertandingan, Satria berada diruangan utama. Dimana ruangan itu dikelilingi meja-meja perjamuan, laksana sebuah taman firdaus, beragam hidangan lezat, hiasan-hiasan dan bunga-bunga terbaik yang ada diseluruh negeri tersaji disana .
Berbagai kenikmatan dunia terpancar dari tangan emasnya, sebuah tempat dimana terdapat Raja dan kerabat serta para bangsawan bercengkrama bernaung dibawah langit kejayaan, seakan hendak memperlihatkan kebesaran serta kemuliannya masing-masing..
Setelah memberikan kata sambutan, Raja Nalendra secara resmi membuka acara tersebut. Digelarlah berbagai atraksi kesenian tradisional yang dilakukan para seniman istana. Ketika sang putri raja sedang menari dengan pangeran dari kerajaan lain, secara tak sengaja kaki sang putri menyentuh meja yang diduduki seorang pemuda, sehingga menjatuhkan gelas kepangkuannya, yang belakangan kita ketahui bernama Satria.
Dalam kejadian serba cepat seperti itu, si pemuda dengan khilaf secara tak sengaja mengeluarkan desis bernada hardikan; apalah daya desis telah keluar dan tak mungkin dapat ditarik kembali, tak pantas bagi seorang rakyat biasa mengeluarkan desis sekecil apapun juga,  terlebih lagi kepada seorang yang begitu dihormati, maka si pemuda buru-buru meminta maaf atas segala kekhilafannya, alih-alih sang pemuda akan marah, ternyata ia terpana kepada kecantikan gadis itu.
Sambil tersenyum ramah pada Satria, Sang Putri menghaturkan permohonan maaf secara tulus padanya. Tertegun oleh kerendahan hati dan keramahan Sang Putri, Satria bersyair dalam hati :
“Tak jadi masalah Tuan Putri menjatuhkan air kepangkuanku,
Padahal  lomba belum saja digelar,
Tak mengapa bila harus  menjadi seorang pecundang,
Jika  senyum yang diberikannya padaku,
telah menjadikanku sebagai seorang pemenang!”
Pada saat itu juga, keindahan atap istana beserta  indah kerlip lampu-lampu kristal, telah menandakan sebuah takdir -bagi lahirnya seorang penyair,  yang kelak akan mewariskan bait-bait abadi bagi generasi sesudahnya .
Banyak wanita yang memberi ilham padanya untuk menulis kasidah, bagai kumbang yang mengelilingi bunga-bunga, tetapi Sang penyair hanya tertarik pada salah seorang diantara mereka, dialah Tiara anak dari Baginda Raja.
Saat wajah rindu akan damai, seolah kedamaian itu harus ditebus oleh peperangan, wajah yang terluka akan dibasuh serta disembuhkan -oleh kain dan airmata keharuan.
Begitu juga disaat sang pemuda datang dengan membawa hati yang tandus , tiba-tiba saja hadir seorang  yang memiliki kecantikan bidadari, basahi dahaga kerongkongan jiwanya dengan membawa sejumput senyum menawan, yang kelak akan menyegarkan segala resah hatinya.
Ketakjuban itu terus berkembang hingga menjadi sebuah taman jiwa yang penuh terisi oleh bunga-bunga cinta. Maka dari itu, keluarlah syair-syair indah dari bibirnya seakan sudah menjadi detak jatung penyair kita.
Ia takkan pernah berhenti bersyair kecuali jika sang kekasih menghendaki atau jantungnya sudah tidak berdetak untuk selamanya.
Duhai Pesona para dewi,
disaat aku melihat engkau menari,
Gerak gemulai tubuhmu membuat jantungku seolah berhenti berdetak,
Andai saat itu aku yang menari denganmu,
Pasti ku kan binasa,  melihat pencaran mata yang begitu indah itu,
Duhai Dewi Cintaku,
Saat kau melemparkan sebuah senyuman  padaku, hatiku yang beku kini mencair
Disaat kita saling menatap,
maka sabda jiwa kita tak mampu menyembunyikan rasa dihati.
Kebisuan kita adalah cahaya keindahan yang memancar dari dalam diri,
lebih mulia dari suara-suara yang ditutur alam,
Lebih indah  bunyi-bunyian yang terucap dari para malaikat,
Duhai dara jelita,
keindahan diatas para Putri-putri Raja,
Apakah jiwamu dan jiwaku saling bertemu dihari pertemuan itu ?!
Setelah pesta usai, keterpesonaan Satria kepada sang putri membuat dirinya lupa menanyai nama seorang gadis yang telah memikat hatinya itu.
Beberapa hari kemudian sipemuda kembali menuju keistana, kebetulan diistana sedang ada pengangkatan prajurit baru, maka kesempatan itu tidak disia-siakan olehnya, saat berada di alun-alun istana sipemuda berjumpa dengan beberapa dayang-dayang istana , sambil menyelesaikan urusannya,  ia menyelidiki dan mencari tahu siapa nama gadis yang berada dalam pesta kemarin itu yang kerling matanya begitu mempesona, senyumannya indah tak terperi, atau langgam bicaranya yang menawan telah membuat hatinya terbakar oleh bara api bernama cinta .
Ternyata usaha tersebut tidaklah sia-sia, salah satu dayang istana mengabarkan keberadaan si pemuda kepada sang putri, “ kekaguman atas diri Tuan Putri telah melahirkan banyak bait-bait syair cantik dan kebanyakan syair-syair itu dinisbatkan kepada Anda!” , begitu tuturnya.
Mata merupakan jendelanya hati, segala sesuatu yang mengitari pikiran sang pecinta mendorongnya untuk menemukan cintanya, walaupun dengannya ia harus mereguk racun, niscaya racun itu tak berdaya oleh madu cinta yang mengalir dalam darahnya .
Tak bisa pungkiri bahwa Sang Putri juga merasakan getaran yang sama, takkala ia mendapatkan cerita perihal kekasihnya itu. dawai-dawai kecapi asmara serasa mengalun merdu diseputar dinding hatinya .
Ketika cinta hadir dan mengetuk pintu hati, maka hati tak akan lagi bisa membedakan antara kaya atau miskin, siburuk rupa atau sibaik rupa. Dan sang putripun tak dapat berpaling untuk tidak mencintainya.
Tiara sang putri raja, melihat sesuatu yang indah memancar dari diri si pemuda. Begitu juga sebaliknya dengan sipemuda, ia memandang Sang Putri sebagai sebongkah mutiara nan sempurna, yang memancarkan cahaya kecantikan dari dalam diri.
Gayung bersambut , tidak bertepuk sebelah tangan. Setiap kali dua jiwa itu bersua , kadar cinta di dada masing-masing semakin bertambah besar. Dalam cinta dan kerinduan, selalu bermula dari pandangan mata, kemudian senyum, lalu sapa, bicara lantas berjanji untuk bertemu, terjadi perjumpaan atau bahkan perpisahan.
Setelah perjumpaan sekejap itu, hubungan keduanya berlangsung melalui surat ataupun saling kirim mengirim utusan.
Syahdan Sang Putri Raja sedang dilanda demam asmara , pikirannya takkan pergi jauh dari sang terkasih, walau banyak sekali duri yang menghalang ataupun cemoohan yang terlontar, ia tetap saja tak peduli ; dan semakin menyakini -bahwa getaran yang bersemayam dalam hatinya merupakan sebuah getaran cinta yang telah lama terpatri dalam hati, takkan pernah ia merasa bersalah dan takkan penah mengenal kata salah.
Seseorang yang bijak sekalipun tentu bisa mengendalikan akal sehatnya , namun apalah daya jika sibijak diterpa penyakit cinta, tak ada obat mujarab yang dapat dengan mudahnya menyembuhkan penyakit ini selain kehadiran si pemberi penyakit
“Ternyata dialah !…ternyata dialah yang sering mampir disetiap mimpi-mimpi malamku!” gumam Tiara, Sang Putri Raja.
Begitulah bila cinta telah dibutakan oleh hasrat dan keinginan , ia akan lupa akan kebenaran yang mendasarinya, apalah daya tembok yang kokoh lagi tinggi ataupun kesiagaan para pengawalnya -semua kan jadi percuma, bila yang meski dijaga adalah sebuah hati.
Dalam suatu kesegaran  pagi yang cerah, dengan berhias lengkung warna-warni pelangi, bunga-bunga merekahkan putik mahkota indahnya.  Dipagi itu pintu-pintu langit hendak menganugrahkan hikmah, serta memperlihatkan tabir lain yang sempat terhalang bagi pengelihatannya, maka terbukalah secara perlahan berbagai selubung yang menutupi matahatinya, sehingga Tiara Sang Putri Raja merasakan sesuatu yang aneh -telah terjadi pada dirinya. Ia melihat dan menyaksikan dengan mata hatinya , bahwa kupu-kupu dan bunga saling berbicara , seolah mereka hendak menyampaikan dan menisbatkan bait-bait syair nan indah ini untuknya  :
Aku adalah  kupu-kupu  ,
aku  dan bunga adalah sepasang kekasih.
Angin kehidupan mempertemukan dan memisahkan kami.
Aku terbang dan aku datang dari atas singasana cintamu,
untuk menggabungkan sengat kasihku dengan putik indahmu,  serta keindahan warnanya yang menyatu dengan keindahan sayap-sayap cintaku.
Menjelang segarnya pagi aku menghampiri  kekasihku,
dan ia mendekapku dalam kelopak indahnya.
Disenja hari kutorehkan dan kubacakan syair-syair kerinduanku ,
lalu ia  tersenyum , dan melambaikan kelopak jiwanya padaku….
Kupu-kupu bersayap yang oleh cinta tidak diberi kekuatan, tidak akan bisa terbang dari balik dedaunan untuk melihat keindahan dan keagungan cinta,
Dimana jiwaku dan jiwa kekasihku menyatu dalam setiap hembusan dan tarikan nafas keabadian…
Ketika angin menyandungkan bait-bait cinta ,
Ruh semesta yang mendengarnya akan tertunduk dalam bulir airmata bahagia…
Disaat angin bergolak, dan hati terluka…Kupu-kupu terbang susuri taman-taman hati, dilihatnya bunga-bunga merekahkan  warni  kemandulan jiwa…putik indahnya takkan pernah mendengar…ketika alam menyandungkan bait-bait kehidupan…
Kekasihku,…..
Aku ingin engkau mengenalku sebagai keindahan kupu-kupu yang pernah tertatih dalam kegelapan…Aku ingin engkau mengingatku sebagai makhluk yang pernah terkurung sepi dalam selubung kegetiran ….
Duhai, keindahan jiwa  yang menghias taman hatiku,
Tak ada hari-hari yang lebih indah daripada hari-hari yang dihiasi oleh keindahan cinta…
Tak ada badai yang lebih menakutkan selain badai asmara..tetaplah dalam genggaman erat - kepakan syair keabadianku, dan
jadilah pengikut setia atas  Singgasana keajaiban cintaku…
Dan kupu-kupu yang dicintai Sang Putri Raja bukanlah kupu-kupu biasa, walaupun ia berasal dari kalangan jelata , namun dia adalah sosok pemuda yang cakap menunggang kuda, hebat dalam memainkan pedang dan ahli membuat syair, konon apabila ia menyandungkan bait-bait syair, kehalusan dan kedalaman makna yang terkandung didalamnya amatlah menggetarkan jiwa, bahkan bagi jiwa sekeras batu sekalipun akan luluh lantak dibuatnya.
Dilain kesempatan, masih disebuah taman jiwa yang sama Sang Putri terlihat menghampiri kupu-kupu tersebut , serta meraih sayapnya kemudian ia berbicara padanya
”Wahai kupu  cintaku !’, katanya “Dari sayap keindahan dunia manakah kepakanmu berasal ?”. “Dapatkah kau padamkan nyala api yang menyala dalam hatiku kini ?”, “Haruskah aku memohon padamu untuk mengatakan padaku siapa namamu dan dari mana engkau berasal ?.” ….
“Lihatlah luka yang telah tergores dan teranga di hati ini, dapatkah kau biarkan keperihan ini terus berlangsung, sedang kau biarkan aku meluruh dalam dekapan sayap kebesaranmu ?”…Duhai, betapa malangnya jiwaku, dan ku yakin tak seorangpun mau tertimpa cinta seperti ini, kau telah membawa pergi  hatiku , tanpa meninggalkan jejak sedikitpun perihal dirimu!”.
“Duhai kepakan sayap yang terus bergema dikehening ruang hatiku, maukah kau ceritakan padaku ihwal syair yang kau gubah untukku?!”…”Tahukah kau wahai kekasih hati !, bahwasanya bayang indahmu telah menggangu tidurku, merampas ketenangan malamku dengan menaburi duri cinta pada pembaringanku ?!”
“Ketahuilah bahwa kebebasanku kini, telah tertawan oleh keindahan  bait-bait cintamu, maka sandingkanlah kedua jiwa itu; bila kau tak sudi menyatukannya sesegera mungkin, maka kembalikanlah jiwaku !…dan jangan biarkan terus jiwaku tersiksa dalam penantian - serta menunggu dalam keraguan ditiap detik ujung harapku ini !”
Tak beberapa lama kemudian kupu-kupu yang menghias serta bersemayam  ditaman jiwa itu menjawab seruannya, lalu kupu-kupu yang ada digenggamannya itu berkata  :
“Saat Sang Putri Raja berdiri ditepian senja, langit mengukir lembaran  kisahku padanya, maka ia tersenyum, ia menangis , dan ia tertegun”.
“Duhai kelembutan jemari yang telah menggetarkan kebesaran sayap-sayap cintaku !” “Janganlah kau berburuk sangka, ijinkanlah aku barang sejenak mengagumi keindahan parasmu, maka ijinkan aku untuk memaknai keindahan dirimu dalam kepakan sayap-sayap kebijaksanaanku !”
“Dan janganlah mengira luka cinta yang kuterima akibat pesonamu, lebih ringan dari yang kau terima dariku.”…”Jiwakupun tertusuk oleh panah cinta yang sama !”
Pertemuan-pertemuan dalam alam impian, ternyata belum juga bisa menjawab dan menyembuhkan penyakit akan cinta atau memadamkan gelora bara api cinta yang berkobar didalam hati.
Sang putri raja kembali kekamarnya dengan membawa penyakit bathin didalam tubuh, badannya semakin kurus beriring dengan berlalunya hari . Tak seorangpun tabib yantg mampu mengobati. Setiap hari ia mengigau menyebut-nyebut nama kekasihnya atau berbicara dengan bayang-bayang sang terkasih..
Perpisahan adalah ladang subur untuk menumbuhkan dan menyalakan api cinta. Tidaklah menjadi kendala bila kedua pecinta terpisahkan oleh jarak, dinding-dinding kokoh yang sengaja dibangun-pun akan sia-sia belaka, bila yang ingin dibatasi adalah sebuah jiwa.
Baginya, cinta sejati adalah singgasana peristirahatan akhir bagi kemurnian hati, dihadapannya-lah cinta menghamba , didalam erat  genggamannya-lah kekuatan cinta memasrahkan diri.
Berkali-kali mereka berusaha untuk merajut benang-benang cinta kasih, tetapi apa lacur , untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak,  benih asmara dalam kedua jiwa itu akhirnya tercium juga oleh keluarga sang putri.
Kini kekasih yang dibangga-banggakannya telah dipingit dalam kamar kerajaan, ia tak dapat lagi keluar tanpa pengawalan teman atau orang yang dapat dipercaya.. Kalau terpaksa harus keluar, itupun bila ada keperluan yang amat mendesak.
Sang putri raja telah dipersiapkan untuk menjadi pewaris kerajaan, dalam pingitannya itu ia hanya diam seribu bahasa sembari merasakan pahitnya kesedihan.
Saat cinta menyapa jiwa pemuda dan putri raja , saat bunga-bunga cinta telah terpaut dilubuk hati keduanya,  kini Tiara sang putri raja tidak dapat ditemuinya kembali sekalipun itu hanya sebuah pertemuan melalui surat-menyurat. Maka biarlah kumpulan
lembaran jiwa itu; impian, imajinasi dan kenangan yang menyertainya , menjadi muara ilham bagi lahirnya bait-bait syair yang dinisbatkan padanya
Beriring dengan berjalannya waktu,  hal tersebut tak berlangsung lama, secara sembunyi-sembunyi, pertemuan mereka menjadi semakin rutin, meski hanya memandang Tiara dari bawah balkon istana, sebuah pertemuan suci dilakukan dengan tetap menjaga diri, tak peduli langit sedang menghitam atau guntur sedang membahana, mereka tetap gigih, walau mara bahaya mengancam keduanya , seakan hal itu tak menyiutkan nyali dan menyurutkan niat baik kedua pecinta yang sedang dilanda asmara untuk saling bertemu.
Dalam kenekatan seperti itu, Sang Raja pernah menasehati  putrinya:
“Wahai anak pelita bagi kebesaranku , engkaulah satu-satunya yang paling kucinta, permata yang paling berkilau dari seluruh negeri ..sampai kapankah engkau akan tersesat dalam kebeliaan masa mudamu ?… Mengapa engkau masih berhubungan dengan pemuda yang tak jelas keberadaan dan asal-usulnya?…Ketahuilah bahwasanya engkau adalah seorang putri Raja, banyak pangeran tampan yang mengantri laksana kumbang mendekati bunga untuk dapat mendapatkanmu, namun mengapa engkau terpedaya dan terbelenggu  dalam jerat-jerat tipuan yang telah diciptakan olehnya?…Seseorang yang memperlihatkan manisnya cinta padamu, laksana kembang gula, padahal ia telah membuatnya dengan jemari hitam lagi berkuku tajam! ”
“Duhai Ayahandaku tercita” tuturnya, “ Janganlah engkau berkata seperti itu,  tidakkah kau ketahui ,bahwa  tak ada seorang gadispun yang  ingin tertimpa kemalangan seperti ini, ……luka pada hatiku ini; bukan atas kehendakku- ia ada, namun karena kebesaran cinta itulah ia ada!”
Ketidaksukaan Sang Raja pada Satria berbuntut panjang, sebenarnya Satria lulus dalam seleksi pengangkatan prajurit baru, namun karena ketidaksenangannya itu, ia dinyatakan tidak lulus secara sepihak, musnahlah harapannya sebagai abdi negara yang ia citakan sejak kecil. Namun demikian Satria tak pernah berkecil hati ataupun berputus asa, ia tetap berusaha tersenyum walau hatinya merintih.
Cinta tak pernah berubah sepanjang masa . Cinta adalah getaran yang menembus kalbu. Cinta adalah panggilan jiwa yang memaksa jasad untuk mengikuti. Dan cinta adalah bara api yang berkobar didalam hati setiap kali melihat sang terkasih, atau mendengar namanya disebut.
Perputaran hari telah menengaskan bahwa setiap kali kedua jenis anak manusia dipisahkan, setiapkali rasa rindu untuk bertemu meenggelegak didalam jiwa, setiapkali itu pula akal menciptakan bentuk bentuk hubungan yang tak pernah terbayangkan.
Seorang pecinta yang tergila-gila tidak akan merasa cukup bila hanya menyandungkan bait syair pada sang terkasih, ia akan berusaha mendekati rumah kekasihnya itu berharap sebuah keajaiban mempertemukannya dengan si jantung hati.
Bukanlah seorang Satria,  bila ia tak bersyair untuk menjawab segala keresahan hatinya, dan bukanlah seorang Tiara,  bila ia tak pandai bersyair dan juga menterjemahkan syair-syair yang dinisbatkan padanya…
Duhai kekasih,
Disaat seorang pemuda dilanda cinta, Hal gila apapun pasti dilakukannya demi Sang tercinta,
Tembok yang tinggi sekalipun kan dipanjatnya, laut nan luaspun kan diarunginya,
Onak-duri  itu dapat dengan mudah diatasinya, lain halnya  bila bunga yang ia cintai dipagari - dinding-dinding kemuliaan dan  kehormatan,
Ia akan mati dibalik tembok itu dengan menggenggam sebuah keyakinan kuat dalam hatinya,
Dalam kematiannya- ia menyakini bahwa;  kelopak bunga yang ia lempar dari balik tembok itu,
sekalipun bunga-bunga itu  tak ada yang memungutnya ,
suatu saat layunya akan menjadi benih harapan, serta obat kerinduan bagi sang terkasih,
Bunga-bunga  harapan yang kelak  menjadi pelipurnya dikala sedih,
menjadi teman sejatinya dikala hampa.
***
Roman Satria Tiara . Bab 2
Karya : Hartono Beny Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar